M. Quraish Shihab |
Konflik Syiah yang terjadi pekan lalu di Sampang, Madura, membuat
banyak orang mulai bertanya ada apa sebenarnya dengan Syiah. Siapa
mereka dan kenapa bisa berlanjut konfliknya hingga bersimbah darah?
Menteri Agama Indonesia ke-15, Muhammad Quraish Shihab, membedah dua
kelompok ini dalam buku yang berjudul Sunnah-Syiah, Bergandengan Tangan, Mungkinkah?
Pria 68 tahun ini mengawali kisah dua kelompok besar ini dengan
menjelaskan apa itu perbedaan dalam Islam. Ia kemudian membedah
perbedaan umum antara Sunnah dan Syiah. Menurut lelaki kelahiran
Sulawesi selatan ini, secara umum ada dua kelompok umat Islam dengan
jumlah pengikut yang besar yaitu kelompok Ahlussunnah wa al-Jamaah dan
kelompok Syiah.
Kelompok pertama secara harfiah dari kata Ahl as-sunnah adalah
orang-orang yang konsisten mengikuti tradisi Nabi Muhammad. Baik dalam
tuntunan lisan maupun amalan serta sahabat mulia beliau. Golongan ini
percaya perbuatan manusia diciptakan Allah dan baik buruknya karena
qadha dan qadar-Nya. Kelompok Ahlussunah juga memperurutkan keutamaan
Khulafa”ar-Rasyidin sesuai dengan urutan dan masa kekuasaan mereka.
Shihab mengaku kesulitan untuk menjelaskan siapa saja yang dinamai
Ahlussunah dalam pengertian terminologi. Secara umum, melalui berbagai
pendapat, golongan ini adalah umat yang mengikuti aliran Asy”ari dalam
urusan akidah dan keempat imam Mahzab (Malik, Syafi”i, Ahmad bin Hanbal,
dan Hanafi).
“Sebelum memulai dengan siapa Syiah, perlu digarisbawahi, kelompok
Syiah pun menamai diri Ahlussunah,” ujar dia. Tapi definisinya tentu
berbeda. Syiah memang mengikuti tuntunan sunah Nabi, tapi ada sejumlah
perbedaan bentuk dukungan dan tuntunan itu.
Muhammad Jawad Maghniyah, ulama beraliran Syiah, mendefinisikan
tentang kelompoknya. Syiah yang secara kebahasaan berarti pengikut,
pendukung, pembela, dan pecinta ini adalah kelompok yang meyakini bahwa
Nabi Muhammad telah menetapkan dengan nash (pernyataan yang pasti) tentang khalifah beliau dengan menunjuk Imam Ali.
“Definisi ini hanya mencerminkan sebagian dari golongan Syiah, tapi untuk sementara dapat diterima,” kata Shihab.
Perbedaan antara Syiah dan Ahlusunnah yang menonjol adalah masalah
imamah atau jabatan Ilahi. Khususnya ada tiga hal pokok yang diyakini
Syiah dan ditentang Ahlussunnah. Ketiganya adalah pandangan tentang Nabi
belum menyampaikan seluruh ajaran/hukum agama kepada umat, imam-imam
berwenang mengecualikan apa yang telah disampaikan Nabi Muhammad SAW,
dan imam-imam mempunyai kedudukan yang sama dengan Nabi dalam segi
kemaksuman (keterpeliharaan dari perbuatan dosa, bahkan tidak mungkin
keliru dan lupa)
Keberatan itu, tulis Shihab, tertuang dalam buku karangan Syaikh Abu Zahrah berjudul Tarikh al-Maadzahib al-Islamiyah.
Bagi kaum Syiah, imam yang mereka percayai ada dua belas orang
jumlahnya. Mulai dari Imam Ali hingga Imam Mahdi. Mereka adalah manusia
pilihan Tuhan yang kekuasaannya bersumber dari Allah.
Sebagai negara induk aliran Syiah, Iran tak memiliki banyak pengaruh
dengan penganut Syiah di Indonesia. Malah ada kecenderungan mereka cuek.
Begitulah anggapan cendekiawan Jalaluddin Rakhmat yang juga Ketua Dewan
Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI).
Iran dengan pengikut Syiah di Indonesia, kata Kang Jalal, sapaan
Jalaluddin Rakhmat, hanya memiliki ikatan ideologi saja. Namun, secara
hubungan, pemerintah Iran hampir tak pernah memberikan bantuan ke
Indonesia. “Kami bangun sekolah di berbagai tempat, pemerintah Iran tak
pernah membantu,” kata Kang Jalal, Kamis, 30 Agustus 2012.
Tapi, tiap ada pujian soal Syiah di Indonesia, yang menerima adalah
pemerintah Iran. Mereka dianggap berhasil memajukan Syiah di Indonesia.
“Saya pun protes ke Kedutaan Besar Iran di Indonesia. Kami yang capek,
mereka yang dapat penghargaan,” ujarnya.
Bantuan pemerintah Iran ke pemeluk Syiah di Indonesia hanya berupa
buku atau penyelenggaraan seminar. Menurut Kang Jalal, bantuan dana itu
pun tak secara utuh. Hanya setengah dari biaya yang diperlukan. “Karena
dana dari Iran kurang, IJABI pun sering nombok. Jadi kami kapok kerja sama dengan mereka lagi,” kata dia.
Bila dilihat dari segi ideologi, tak ada perbedaan antara Syiah di
Indonesia dan Iran. Keduanya menganut agama Syiah Itsna Asyariyah atau
Imamah. Yakni ajaran yang mengutamakan masalah kepemimpinan. “Ajaran itu
tercantum dalam undang-undang Iran, dan kami juga Syiah Itsna
Asyariyah,” ujar Kang Jalal.