Oleh Ustad Sinar Agama
بسم الله الرحمن الرحيماللهم صل علي محمد وآله الطاهرين
(d-1-4) Hakikat Ikhtiar Manusia
Perlu saya tegaskan disini bahwa tidak ada yang lepas dari Kuasa dan KontrolNya. Akan tetapi arti dari tidak lepas di sini memiliki makna lain dari pemaknaan yang datang dari Determinisme yang mengatakan bahwa nasib manusia sudah ditentukan Tuhan. Tidak demikian. Karena Kuasa dan Kontrol disini maknanya adalah pengontrolan sebab atas akibat-akibatnya. Yakni bahwa akibatnya tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari sebabnya.
Artinya, Kuasa dan Kontrol Tuhan terhadap semua perbuatan manusia itu sama dengan Kuasa dan KontrolNya terhadap makhluk-makhluk yang lain. Dengan kata yang lebih jelas, bahwa perbuatan manusia itu tergolong makhlukNya juga. Dan karena perbuatan manusia adalah akibat dan makhlukNya juga berarti perbuatan manusia juga merupakan perbuatanNya.
(d-1-4) Hakikat Ikhtiar Manusia
Perlu saya tegaskan disini bahwa tidak ada yang lepas dari Kuasa dan KontrolNya. Akan tetapi arti dari tidak lepas di sini memiliki makna lain dari pemaknaan yang datang dari Determinisme yang mengatakan bahwa nasib manusia sudah ditentukan Tuhan. Tidak demikian. Karena Kuasa dan Kontrol disini maknanya adalah pengontrolan sebab atas akibat-akibatnya. Yakni bahwa akibatnya tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari sebabnya.
Artinya, Kuasa dan Kontrol Tuhan terhadap semua perbuatan manusia itu sama dengan Kuasa dan KontrolNya terhadap makhluk-makhluk yang lain. Dengan kata yang lebih jelas, bahwa perbuatan manusia itu tergolong makhlukNya juga. Dan karena perbuatan manusia adalah akibat dan makhlukNya juga berarti perbuatan manusia juga merupakan perbuatanNya.
Akan tetapi karena Allah telah memberikan akal dan Ikhtiar (hak memilih) pada manusia, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan.
Inilah arti dari keaktifan Tuhan setiap saat atau harinya (QS: 55:29: “Setiap hari Dia Aktif”). Dengan demikian kita tidak keluar dari Tauhid-Penciptaan, tp tidak juga masuk ke dalam perangkap “Iman kpd takdir baik dan buruk dari Allah”, atau ke dalam perangkap “Freewill”nya Mu’tazilah. Karena dlm keyakinan Mu’tazilah yang sampai kepada kita adalah bahwa Tuhan hanya mencipta manusia dan memberinya akal, potensi, ikhtiar dan agama untuk memberikan peluang memilih apa yang akan dikerjakannya, sementara Dia hanya menunggu di akhirat untuk meminta tanggung jawab dari masing-masing manusia, tanpa ada hubungannya dengan masing-masing perbuatan manusia saat ini. Artinya Dia tidak ikut aktif dalam aktifitas kehidupan manusia.
Tp dalam pandangan Syi’ah, Tuhan masih tetap ikut aktif, karena Dia adalah sebab-akhir, atau sebabnya para sebab. Inilah yang dikenal dengan “Tengah di antara dua hal”, yakni tengah antara freewillnya Mu’tazilah dan Jabriahnya Asy’ariyah yang umum diikuti Ahlussunnah di Indonesia.
Dengan demikian perbuatan manusia juga merupakan makhlukNya. Hal itu karena manusia merupakan akibat/makhlukNya, sedang perbuatan manusia adalah akibat manusia. Dan karena akibatnya akibat, juga akibat bagi sebabnya, maka perbuatan manusia juga merupakan akibat atau makhluk bagiNya. Tapi karena manusia telah diberiNya pilihan, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatan manusia itu adalah manusia sendiri sebagai sebab-langsung atau sebab-dekat bagi akibat yang dibicarakan disini, yaitu perbuatan manusia, bkn Tuhan yang merupakan sebab-jauh bagi perbuatan manusia itu.
Karena Dia hanya mewujudkan semua hal yang bisa menjadi sebab bagi perbuatan manusia tersebut, sampai ke akibat paling akhir sebelum perbuatan manusia itu muncul, yaitu ikhtiar manusia itu sendiri. Dan karena sebab akhir bagi perbuatan manusia itu adalah ikhtiar manusia, maka manusialah yang harus mempertanggung jawabi perbuatannya sendiri.
Dengan kata lain, Allah telah memberikan kemampuan dan ijin takwiniah (pewujudan) pada manusia untuk mewujudkan apa-apa yang telah dipilihnya dalam bentuk perbuatannya itu. Akan tetapi karena akibat itu tidak mungkin berpisah dan mandiri sedikitpun dari sebabnya, maka sudah pasti perbuatan manusia, juga merupakan makhlukNya. Tp karena tahapan terakhir sebelum tercipta perbuatan manusia, memiliki sebab yang namanya ikhtiar manusia, maka sudah pasti manusialah yang harus bertanggung jawab, bkn Tuhan.
Inilah takdir dalam Islam yang diwariskan melalui Ahlulbait as. Yakni Allah menakdirkan bahwa perbuatan manusia sesuai dengan pilihannya sendiri dan akan dimintai tanggung jawab karenanya, bukan takdir terhadap nasibnya, dari sukses-tidaknya, baik-tidaknya, iman-tidaknya, takwa-tidaknya, kaya-miskinnya, alim-bodohnya, syahid-tidaknya, sehat-sakitnya, jodoh-tidaknya, celaka-tidaknya, panjang-pendek umurnya .... dst.
Bersambung pada pembahasan : (d-1-5) Rejeki, Umur dan Ajal