Respon Fatwa Konyol Mufti Wahabi
Islam
Times- Seorang penulis asal Saudi Arabia, Turki al-Hamad dalam
mengomentari fatwa tersebut menanyakan, "Bagaimana jika mereka
memperlakukan kita seperti ini, kemudian menghancurkan masjid-masjid
kita di Amerika dan Eropa? Apa sikap kita? Menghukum mereka?"
Dikeluarkannya sebuah fatwa baru oleh Mufti Takfiri Wahabi Saudi Arabia,
adalah amunisi baru buat ekstremis Wahabi untuk mengencangkan
brutalitas dan mendistorsi wajah Islam di dunia. Selain itu fatwa
tersebut semakin mendorong kebencian dan kemarahan umat Kristen di
seluruh dunia kepada umat Islam.
Pada 9 Maret (2012 -red) lalu, Mufti kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz bin Abdullah Al al-Sheikh, mengeluarkan fatwa baru bahwa "adalah hukumnya wajib untuk menghancurkan semua gereja di Semenanjung Arab".
Para syekh Wahabi, yang mewakili otoritas keagamaan tertinggi di Arab Saudi, memutuskan, bahwa Jazirah Arab hanya tunduk kepada hukum agama Islam dan membiarkan keberadaan gereja-gereja di beberapa negara di wilayah ini adalah pengakuan akan kebenaran agama-agama ini.
Jelas, fatwa tersebut memicu gelombang kekhawatiran di kalangan minoritas Kristen yang tinggal di Jazirah Arab, terutama Arab Saudi, Yaman, Oman, dan Kuwait.
Berikut dibawah ini adalah tanggapan beberapa ulama, penulis dan organisasi dunia Islam dan Kristen dalam merespon fatwa ulama Wahabi Takfiri tersebut.
Seorang penulis asal Saudi Arabia, Turki al-Hamad dalam mengomentari fatwa tersebut menanyakan, "Bagaimana jika mereka memperlakukan kita seperti ini, kemudian menghancurkan masjid-masjid kita di Amerika dan Eropa? Apa sikap kita? Menghukum mereka?" Al-Hamad menambahkan, "Berapa banyak lagi yang kita butuhkan dari sebuah wacana agama dan politik baru di negeri ini? Wacana agama yang saling menghormati keyakinan orang lain dan wacana politik yang menerima perbedaan dalam masyarakat."
Guru Besar Universitas Al-Azhar, Dr Ahmed karimah, juga mengutuk fatwa Sheikh Saudi dan mengatakan, "Alangkah baiknya jika mufti Saudi tersebut mengeluarkan fatwa melawan penjajah AS di Negeri Muslim daripada mengeluarkan fatwa penghancuran gereja-gereja Kristen."
"Beberapa penduduk negara-negara Arab adalah pemeluk Kristen, jadi bagaimana bisa mereka tidak dapat memiliki tempat ibadah?", tanyanya.
"Menurut Alquran yang suci, masjid adalah tempat di mana nama Allah dikumandangkan, Gereja juga adalah tempat di mana nama Allah dikumandangkan, oleh karena itu mereka harus dihormati" tambahnya.
Seorang aktivis hak asasi manusia, Dr Najib Jibril, menyebut bahwa fatwa Abdul Aziz adalah sebuah keputusan rasis dan berkata, "Fatwa dari Sheikh bertentangan dengan dialog antar agama, wilayah Islam selalu aman untuk semua agama, dan Fatwa tersebut adalah rasis terhadap agama lain". Kemudian ia mendesak kepada segenap organisasi Islam termasuk Al-Azhar untuk melarang fatwa rasis seperti itu.
Majmak Ahlul Bait (Alul Bayt World Assembly) juga mengutuk keras fatwa Syekh Abdul Aziz dan berkata, "Fatwa semacam ini, yang dikeluarkan oleh ulama Saudi adalah ungkapan realitas kerajaan Arab Saudi dan identitas Wahabisme yang menunjukkan dengan jelas bahwa mereka bukan wakil Islam yang sebenarnya".
Gereja Keuskupan Eropa Eropa juga mengutuk fatwa tersebut.
Dewan Uskup Kristen di Jerman, Austria dan Rusia juga mengkritik tajam. Dalam pernyataan terpisah yang dirilis pada hari Jumat 23/03/12, uskup Katolik Roma di Jerman dan Austria mengutuk keras putusan fatwa Grand Mufti Sheikh Abdulaziz Al al-Syaikh dan dianggap sebagai bentuk pengingkaran atas hak asasi manusia dan tidak dapat diterima oleh jutaan pekerja asing di kawasan Teluk.
Uskup Agung Yegoryevsk, kepala departemen Ortodoks Rusia untuk gereja-gereja di luar negeri, menyebutkan fatwa tersebut "mengkhawatirkan".
Uskup Agung Robert Zollitsch, ketua Konferensi Uskup Jerman, mengatakan, putusan Sheikh Abdulaziz tidak menunjukkan penghormatan terhadap kebebasan beragama. "Ini akan menjadi sebuah tamparan di wajah orang-orang Kristen jika beberapa gereja mereka dihancurkan," katanya.
Pada hari Jumat, Dewan Uskup Austria juga mengutuk keras atas fatwa yang dibuat oleh mufti Kerajaan Arab Saudi Abdul Aziz bin Abdullah Al al-Sheikh.
Dalam rilis pers yang dikeluarkan pada akhir pertemuan di Tainach, selatan Austria, Dewan uskup Austria berkata, "Bagi kami sebagai uskup, deklarasi model seperti ini benar-benar tidak dapat diterima dan dimengerti, ketika pada saat yang sama ada sejumlah inisiatif untuk dialog antar agama di Jazirah Arab".
Para uskup Austria mengatakan bahwa deklarasi jenis ini tidak hanya mengancam orang-orang Kristen di Semenanjung Arab, tetapi juga seluruh dunia. Dewan Uskup menambahkan, "Dalam situasi seperti yang kita lewati hari-hari ini, ketika revolusi Arab menyebabkan gangguan di seluruh wilayah, deklarasi model ini tidak akan membantu orang."
Kantor Berita Austria mengumumkan bahwa pada Jumat lalu, para uskup Jerman yang diwakili oleh Uskup Robert Zollitsch, juga mengutuk fatwa untuk menghancurkan gereja-gereja di Semenanjung Arab.
Pada Oktober tahun lalu, Austria dan Arab Saudi membuka pusat dialog antar agama di Wina. Dan kritikan dari Austria datang karena fatwa tersebut keluar dari negara inisiator Dialog Antar Agama, Arab Saudi, yang mendanai dan mengatur ideologi ekstremis Wahabi. Sementara itu, Nuncio Apostolik di Kuwait menyatakan fatwa tersebut adalah "kejutan besar" dimana ada kewajiban agama untuk menghancurkan semua gereja di Semenanjung Arab.
Tiga Puluh Gereja Melayani Tiga Juta Pemeluk Kristen di Teluk
Diperkirakan, saat ini jumlah penduduk di negara-negara Dewan Kerjasama Teluk mencapai hampir 46.800.000 orang, dan di antaranya 13 juta adalah imigran, sementara antara 20% adalah pemeluk Kristen, ini berarti ada sekitar tiga juta orang Kristen hidup di Teluk. Mereka tersebar di enam negara, bahkan jumlah terbesarnya ditemukan di Arab Saudi, dimana disana tidak ada gereja sama sekali atau non-Islam yang memiliki tempat ibadah. Betul-betul diskriminatif!.
Umat Kristen dari Teluk kebanyakan adalah blasteran dari Arab, Asia, dan Eropa dan jumlah ini tidak termasuk Hindu, Budha, atau Sikh. Ini hanya mencakup Ortodoks, Katolik, dan Protestans, dengan mayoritasnya adalah Koptik.
Apakah mufti Saudi Arabia yang Wahabi dengan fatwa tersebut akan membantai tiga juta pemeluk agama minoritas? Apakah ekstrimis Wahabi Saudi Arabia akan menjadikan negara Teluk sebagai lautan darah manusia?. [Islam Times/on/berbagai sumber]