Pada
tahun 62 H sekelompok warga Madinah pergi ke Syam. Dengan mata kepala
mereka sendiri mereka menyaksikan perbuatan mungkar Yazid bin Muawiyah.
Dari sinilah mereka sadar bahwa khalifah yang berkuasa atas kaum
muslimin adalah orang yang tidak mengenal agamanya. Setibanya di kota
Madinah, mereka menceritakan apa yang terjadi di Syam kepada penduduk
Madinah. Mereka mengutuk Yazid. Abdullah bin Handhalah ra yang juga ikut
pegi ke Syam berkata, "Wahai penduduk Madinah, kami baru saja tiba dari
Syam. Kami sempat bertemu dan bertatap muka langsung dengan Yazid.
Ketahuilah bahwa dia adalah seorang yang tidak mengenal agamanya. Dia
adalah seorang yang meniduri ibu, anak dan saudara sekaligus. Yazid
adalah seorang peminum khamar, yang tidak melaksanakan kewajiban shalat
dan bahkan membantai anak keturunan Nabi."
Mendengar
hal itu, penduduk Madinah bertekad menarik kembali baiat mereka kepada
Yazid. Tak cukup sampai disitu, mereka juga mengusir guberbur Madinah
yang bernama Utsman bin Muhammad bin Abu Sufyan. Berita pembangkangan
penduduk kota Madinah sampai ke telinga Yazid. Yazid mengirimkan bala
tentaranya dalam jumlah besar dipimpin oleh Muslim bin Uqbah untuk
menumpas gerakan Warga Madinah. Selama tiga hari pasukan Yazid membantai
warga Madinah. Darah membanjiri lorong-lorong kota Madinah hingga
membasahi makam suci Rasulullah dan Masjid Nabawi.
Selain
tujuh ratus tokoh Muhajirin dan Anshar, sepuluh ribu kaum muslimin
penduduk Madinah terbantai secara mengerikan dalam peristiwa tersebut.
Yazid dalam perintahnya menghalalkan apapun yang dilakukan pasukannya
terhadap penduduk Madinah selama 3 hari. Sekedar untuk memberikan
gambaran kekejian yang mereka lakukan, Abu Al Hasan Al Madani
mengatakan, "Setelah peristiwa Harrah di kota Madinah, sebanyak seribu
wanita melahirkan tanpa suami."
Kisah
yang bukan dongeng ini ditulis oleh banyak sejarahwan muslim,
diantaranya, Sibt Ibn Al-Jauzi dalam kitabnya Al-Tadzkirah hal 63. Ibnu
Katsir—rahimahullah—berkata, "Yazid telah bersalah besar dalam peristiwa
Al Harrah dengan berpesan kepada pemimpin pasukannya, Muslim bin Uqbah
untuk membolehkan pasukannya memanfaatkan semua harta benda, kendaraan,
senjata, ataupun makanan penduduk Madinah selama tiga hari". Yang dalam
peristiwa tersebut terbunuh sejumlah sahabat nabi dan anak-anak mereka.
Bagaimanakah Islam menyikapi tragedi ini?
Sikap Islam terhadap Pembunuh Sahabat Nabi
Tragedi
Al-Harrah adalah tragedi besar pasca tragedi terbantainya keluarga nabi
di Karbala. Yazid tidak merasa puas berusaha menghabisi keluarga nabi
namun juga berupaya menumpas habis sahabat-sahabat nabi dan anak-anak
mereka. Dalam peristiwa tersebut terbunuh sekitar tujuh ratus sahabat
nabi, yang mengantongi curicullumvitae keutamaan berjihad bersama nabi.
Diantaranya, Abdullah bin Handhalah ra, anak sahabat nabi yang
dimandikan oleh malaikat setelah syahid dalam perang. Menyikapi Yazid,
PP Wahdah Islamiyah (selanjutnya dibaca WI) dalam situs resminya
memposting artikel, bahwa sikap Ahlus Sunnah wal Jama'ah terhadap Yazid
bin Muawiyah adalah tidak mencela tapi tidak pula mencintainya dengan
dalih agama Islam tidak dibangun di atas celaan melainkan dibangun di
atas akhlak mulia. Maka celaan dan para pencela, tidak memiliki tempat
sedikitpun dalam agama Islam.. Sesuaikah sikap tersebut dengan
prinsip-prinsip dalam Islam? Mari kita lihat sikap Islam yang berdasar
pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Imam
Bukhari dan Imam Muslim menulis dalam kitab shahih mereka, Rasulullah
saww bersabda, "Barang siapa menakut-nakuti penduduk Madinah dengan
kedzalimannya, maka Allah akan membuatnya takut. Baginya laknat Allah,
para malaikat dan seluruh manusia. Di hari kiamat kelak, Allah SWT tidak
akan menerima amal perbuatannya."
Pertanyaannya,
apakah melakukan pembunuhan massal, merampas harta dan kehormatan kaum
muslimah pada peristiwa Al-Harrah tidak termasuk menakut-nakuti penduduk
Madinah?. Berdasarkan hadits ini, Yazid adalah orang yang dikutuk oleh
Allah, para malaikat dan seluruh umat manusia. Selanjutnya, pada
peristiwa tersebut terbunuh ratusan sahabat nabi, bagaimanakah sikap
Rasulullah saww terhadap pembunuh sahabat-sahabatnya?. Pada Shahih
Bukhari Jilid 5 hal 132 bab Ghaswah Ar-Raji'i wa ri'li wa dzakwan.
Riwayat ini diceritakan oleh Anas bin Malik bahwa Bani Raji'i, Dzakwan,
Ushayyah dan Bani Hayan meminta bantuan Rasulullah saww untuk membantu
mereka menghadapi musuh. Rasulullah saww mengirimkan 70 sahabat terbaik
dari kalangan Anshar yang terkenal sebagai Al-Qurra' (pembaca
Al-Qur'an). Namun ketika mereka sampai pada sumber mata air yang bernama
Bi-ir Ma'unah, dengan licik 70 sahabat Anshar tersebut mereka bunuh.
Rasulullah sangat berduka atas peristiwa ini, dan selama satu bulan
beliau membaca qunut melaknat pembunuh sahabat-sahabatnya. Saya tidak
bisa membayangkan, bagaimana perasaan Rasulullah saww,
sahabat-sahabatnya dibantai oleh yang mengaku sebagai khalifah
Rasulullah.
Lalu
kemudian, generasi selanjutnya datang mengaku sebagai pengikut dan
pembela sunnah nabi namun kemudian menyebarkan ajaran Islam yang
dibangun di atas akhlak yang mulia, saking mulianya mereka menulis,
"…maka celaan dan para pencela, tidak memiliki tempat sedikitpun dalam
agama Islam". Tidak adakah tempat dalam Islam bagi Rasulullah saww yang
mencela dan melaknat pembunuh sahabat-sahabatnya?. Bahkan Allah SWT
sendiri, Penguasa alam semesta, bagi mereka tidak memiliki tempat dalam
Islam, sebab Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya (terhadap) orang-orang
yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan
akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka." (Qs.
Al-Ahzab : 57). Ayat ini menegaskan Allah SWT melaknat dan mencela
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknat mereka di
dunia dan akhirat, sedangkan bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah (versi WI)
Islam tidak memberi tempat sedikitpun bagi para pencela.
Keterlibatan Yazid dalam Tragedi Karbala
Dalam
artikel tersebut ada upaya jelas untuk mengarahkan opini kaum muslimin
agar menyalahkan pengkhianatan penduduk Kufah yang terlibat tidak
langsung dibanding mereka yang terlibat langsung membantai keluarga Nabi
di Karbala. Lebih mengerikannya lagi, mereka menyebut penduduk Kufah
yang berkhianat dan tidak menolong Imam Husain as, keluarga dan
pengikutnya adalah kelompok Syiah. Inilah fitnah terbesar mereka
terhadap Syiah. Apakah mereka tidak tahu, bahwa dalam makna lafadsnya
saja sudah jelas, Syiah berarti pengikut, pembela dan golongan?.
Fairuzabadi dalam al-Qamus mengenai kata Sya'a mengatakan Syi'aturrajul
adalah , golongan, pengikut dan pembela seseorang. Dalam Al-Qur'an Surah
As-Saffat ayat 83 tertulis, "Wa inna min syiah tihi laa ibrahima"
artinya "Dan sesungguhnya Ibrahim termasuk golongannya (Nuh)".
Ketika
ada yang mengatakan sebagai Syiah Nabi maka berarti pengikut dan
pembela Nabi. Begitu juga dengan Syiah Imam Husain as. Karenanya dimana
Syiah pada waktu terjadi tragedi Karbala?. Mereka turut terbantai
bersama Imam Husain as, mereka meneguk cawan syahadah bersama penghulu
pemuda surga. Lalu siapakah orang-orang Kufah yang mengundang Imam
Husain as dan menyatakan kesediaan meraka berbaiat dan rela mati bersama
Al-Husain?. Kalaupun mereka mengaku dan bersaksi sebagai Syiah Imam
Husain as, maka persaksian mereka akan tertolak secara sendirinya kalau
ternyata mereka tidak mampu memberikan bukti atas kesaksian tersebut.
Menghukumi pengkhianatan orang-orang Kufah sebagai pengkhianatan
orang-orang Syiah adalah tidak adil dan termasuk kejahatan intelektual
sebab Syiah sendiri berlepas dari mereka. Lalu kemana Ahlus Sunnah pada
waktu itu?. Ini yang secara pribadi ingin saya gugat, apa bedanya mereka
dengan penduduk Kufah yang tidak memberi pembelaan dan pertolongan
kepada keluarga nabi?. Mereka tidak memberi respon apa-apa terhadap
peristiwa tersebut. Ya, mereka bisa jadi tidak memiliki tenaga yang
cukup untuk berjihad bersama Imam Husain as sebab mereka hari itu
berpuasa sesuai 'perintah' nabi, “Ia (puasa) ‘Asyura, menghapus dosa tahun
lalu.” (HR. Muslim). Atau mereka menganggap Imam Husain as tidak layak
mendapat pertolongan, sementara mereka sendiri mengakui Imam Husain as
terbunuh secara dzalim.
Mereka
yang mengaku Ahlus Sunnah (padahal jauh dari sunnah) berupaya mengubur
dalam-dalam tragedi ini, agar tidak lagi diperbincangkan dan menjadi
ingatan bagi kaum muslimin. Di hari Asyura mereka melakukan tiga hal,
berpuasa, mengecam Syiah dan membela Yazid, tidak melaknat dan juga
tidak mencintainya. Mereka berupaya mengampuni Yazid dengan dalil hadits
dari Rasulullah saww, "Pasukan yang paling pertama menyerang Romawi
diampuni." (HR. Bukhari). Kalaupun benar hadits ini shahih dan ekspedisi
ini dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah, itu tidak memberi dampak apa-apa
terhadap pengampunan kedzalimannya kepada keluarga dan sahabat-sahabat
nabi. Sebab penyerangan tersebut terjadi pada tahun 49 H, pengampunan
dimaknai sebagai terhapusnya dosa-dosa yang telah dilakukan, seseorang
tidak diampuni karena dosa-dosa yang belum dilakukannya. Sementara
tragedi Karbala terjadi pada tahun 61 H dan tragedi Al-Harrah pada tahun
63 H, jauh setelah ekspedisi Yazid ke Romawi. Kalau mau tetap
memaksakan diri menafsirkan hadits Rasulullah saww tersebut bahwa yang
dimaksud diampuni adalah dosa setelah dan yang akan datang, maka harus
kita akui, Yazid lebih tinggi
keutamaannya dibanding sahabat-sahabat utama nabi (Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali –ridha Allah atas mereka-) sebab tidak ada pernyataan nabi
yang menggambarkan keutamaan sebagaimana yang dimiliki Yazid sebagai
pemimpin pasukan menyerang Romawi, yang terampuni dosa-dosanya sebesar
dan sedzalim apapun.
Apakah
dosa membunuh keluarga nabi dan sahabat-sahabatnya akan terampuni
sementara Allah SWT berfirman, "Barangsiapa membunuh seorang mukmin
dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam. Dia kekal di
dalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan
azab yang besar baginya." (Qs. An-Nisa : 93). Di ayat yang lain, "Yaitu
hari yang tidak berguna bagi orang-orang dzalim permintaan maaf mereka,
bagi mereka laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk." (Qs.
Al-Mu'min : 52). Ayat lainnya, "Ingatlah, laknat Allah ditimpakan atas
orang-orang yang dzalim." (Qs. Hud: 18) dan masih banyak ayat lain yang
bernada serupa.
Kalau
dikatakan Yazid menyesali terbunuhnya Imam Husain as dan nampak
terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi rumahnya,
lalu apa tindakannya terhadap pembunuh Imam Husain as, apakah dia
memberikan hukuman kepada Ubaidillah bin Ziyad? Memecatnya sebagai
gubernur pun tidak sama sekali. Tindakan memulangkan secara hormatpun
keluarga nabi yang tersisa ke Madinah, tidak memiliki arti apa-apa,
tanpa memberikan hukuman kepada pembunuh Imam Husain as. Bahkan tahun
selanjutnya Yazid memerintahkan untuk menyerang kota Madinah. Kenyataan
ini menunjukkan keterlibatan Yazid dalam tragedi Karbala, sebagai
khalifah saat itu, dia bertanggungjawab penuh atas tragedi tersebut.
Tentang
hadits "Janganlah kalian mencela orang yang telah meninggal dunia,
karena mereka telah menyerahkan apa yang telah mereka perbuat." (HR.
Bukhari). Benar-benar sangat meragukan telah diucapkan oleh Rasulullah
saww sebab itu berarti, kita dilarang
membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang bernada celaan dan laknat kepada
mereka yang kafir dan dzalim. Bukankah laknat dan celaan Allah SWT
tersebar dibanyak ayat kepada Firaun, Qarun, kaum A'ad, Tsamud, Abu
Lahab dan secara umum kepada orang-orang kafir, yang kesemuanya adalah
orang-orang terdahulu. Meskipun hadits tersebut berkenaan dengan Abu
Jahal, namun teks hadits tersebut bermakna umum, yang artinya kita tidak
boleh mencela Firaun, Qarun, Abu Lahab dan orang-orang kafir karena
telah meninggal dunia dan telah menyerahkan apa yang telah diperbuatnya.
Bagaimanapun menurut ijma kaum muslimin, kedudukan Al-Qur'an lebih
tinggi dari hadits, karenanya jika matan sebuah hadits bertentangan
dengan pesan-pesan Al-Qur'an maka hadits tersebut harus ditolak. Hatta
diriwayatkan oleh Imam Bukhari sekalipun.
Apakah
dengan dalil-dalil di atas membuat kita tetap bersedia terpengaruh
dengan ajakan ustadz-ustadz WI untuk bersikap sama dengan Adz-Dzahabi,
"Kita tidak mencela Yazid, tapi tidak pula mencintainya."? Atau bersedia
melaknat Yazid, sebagaimana Allah SWT melaknat mereka yang telah
menyakiti Rasulullah?. Pilihan anda menunjukkan derajat keimanan anda.
Saya
merasa perlu menulis ini, sebab postingan "Siapa Pembunuh Al Husain
Radhiyallahu 'anhuma?" di situs resmi Wahdah Islamiyah menurut saya
sangat tidak Islami dan menyimpang dari sunnah.
Wallahu 'alam bishshawwab
: - http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=1941&Itemid=188