Puasa Ramadhan 1434 H / 2013 M sudah dimulai dimeriahkan dengan
kegiatan ibadah yang berbentuk mahdlah (murni) maupun ghairu mahdlah
(tidak murni). Tidak hanya keramaian atas masuk di bulan suci itu dengan
kegiatan yang bersifat mental maupun jasmani saja, tapi juga diramaikan
dengan tersebarnya jadwal imsakiyah di masyarakat.
Jadwal
imsakiyah inilah yang nanti di bulan Ramadhan yang memberi informasi
kepada masyarakat Islam tentang kapan dimulai berpuasa maupun
diperbolehkan berbuka puasa dalam setiap hari sehingga sangat dibutuhkan
baik untuk perorangan yang nantinya dipasang di rumah ataupun masjid,
mushalla dan langgar yang akan dipasang di tempatnya masing-masing
sebagai pedoman mengumandangkan azan dalam setiap waktu sholat, berbuka
puasa (memasuki waktu magrib) dan informasi memasuki waktu imsakiyah
dalam setiap harinya dalam bulan suci Ramadhan, akan tetapi di bulan
suci Ramadhan 1434 H ini, ada kemungkinan perbedaan dalam memulai puasa,
ada yang memulai tanggal 09 Juli 2013 atau 10 Juli 2013.
Dalam
realitanya, jadwal imsakiyah ini tidak hanya berfungsi utama untuk
pedoman menentukan awal dan akhir berpuasa dalam setiap harinya, tapi
bisa diambil manfaat ekonomi dalam publikasi produk suatu perusahaan.
Dengan mencetak jadwal imsakiyah dan mendistribusikannya dengan
sederhana, maka dengan sendirinya publikasi produk akan ikut juga karena
biasanya produknya sudah tertuang di sekitar jadwal tersebut. Hal
tersebut wajar dan logis akan tetapi perlu juga dipertimbangkan apakah
jadwal imsakiyah yang dicetak dan didistribusikan sudah valid dengan
daerah dimana jadwal imsakiyah itu diterima oleh masyarakat daerah
tersebut dan dapat dibuat pedoman sesuai dengan kriteria pembuatan
jadwal imsakiyah tersebut.
Nilai Akurasi Jadwal Imsakiyah
Dalam
jadwal imsakiyah biasanya dimulai dengan kolom waktu imsak kemudian
dilanjutkan shubuh, terbit, duha, dhuhur, ashar, magrib, isya’. Dengan
kolom inilah maka salah satu argumen kenapa jadwal shalat ini dinamakan
jadwal imsakiyah, disamping karena salah waktu yang tertera di jadwal
itu yang penting adalah waktu imsakiyah dengan maksud untuk persiapan
awal waktu menahan makan, minum dan hal-hal yang terkait, serta
merupakan waktu yang awal-awal ditemui oleh pelaksana puasa pertama
kalinya. Bahkan dalam kolom jadwal imsakiyah ini lebih banyak
dibandingkan kolom jadwal shalat harian dengan ditambah kolom waktu
imsakiyah, terbit, dhuha untuk memberi informasi ke masyarakat muslim
tentang waktu ibadah sunah sekaligus kehati-hatian dalam pelaksanaan
ibadah dari sisi waktu sehingga bulan Ramadhan bisa dilaksanakan
semaksimal mungkin dan tinggi nilai akurasinya dalam pelaksanakaan
ibadah.
Pedoman waktu shalat bermula mengacu pada alam yakni
posisi matahari sebagaimana dijelaskan dalam kriteria waktu shalat di
penjelasan fiqih, walaupun demikian tidak semudah itu kita mengamati
matahari sehingga bisa menentukan awal waktu shalat sesuai syariat.
Dengan adanya hal tersebut, maka diadakan penelitian berkaitan posisi
matahari yang menunjukkan awal maupun akhir waktu shalat sehingga
kewajiban pelaksanaan shalat tetap dijalani walaupun posisi matahari
tidak bisa dilihat secara langsung namun bisa ditemukan secara tidak
langsung dengan melihat hasil penelitian yang akurat yang akhirnya
dituangkan dengan jam yang akurat.
Waktu shalat dalam jadwal
imsakiyah tidak banyak dipermasalahkan secara signifikan, hanya beberapa
awal waktu shalat yang banyak diperselisihkan dalam penentuannya.
Sebagaimana halnya dalam penentuan awal waktu shubuh diperlukan untuk
penentuan awal shaum (puasa) dan shalat, karena merupakan waktu awal
shaum disebutkan dalam Al-Quran, “… makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS 2:187). Sedangkan
tentang awal waktu shubuh disebutkan di dalam hadits dari Abdullah bin
Umar, “… dan waktu shalat shubuh sejak terbit fajar selama sebelum
terbit matahari” (HR Muslim).
Yang menjadi pertanyaan fajar apa
yang dimaksud dalam hadis tersebut? Karena dalam pemahaman fajar dibagi
dua macam, pertama yang melarang makan, tetapi membolehkan shalat, yaitu
yang terbit melintang di ufuk. Lainnya, fajar yang melarang shalat
(shubuh), tetapi membolehkan makan, yaitu fajar seperti ekor srigala”
(HR Hakim). Dalam fiqih kita mengenalnya sebagai fajar shadiq (benar)
dan fajar kidzib (palsu).
Maka perlu penjelasan fenomena
sesungguhnya fajar kidzib dan fajar shadiq dan ada batasan kuantitatif
yang dapat digunakan dalam formulasi perhitungan untuk diterjemahkan
dalam rumus atau algoritma program komputer. Fajar kidzib memang bukan
fajar dalam pemahaman umum, yang secara astronomi disebut cahaya zodiak.
Cahaya zodiak disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu
antarplanet yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak di langit
melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi bintang yang tampaknya
dilalui matahari). Oleh karenanya fajar kidzib tampak menjulur ke atas
seperti ekor srigala, yang arahnya sesuai dengan arah ekliptika. Fajar
kidzib muncul sebelum fajar shadiq ketika malam masih gelap.
Sedang
fajar shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel di
udara yang melingkupi bumi. Dalam bahasa Al-Quran fenomena itu
diibaratkan dengan ungkapan “terang bagimu benang putih dari benang
hitam”, yaitu peralihan dari gelap malam (hitam) menunju munculnya
cahaya (putih). Dalam bahasa fisika hitam bermakna tidak ada cahaya yang
dipancarkan, dan putih bermakna ada cahaya yang dipancarkan. Karena
sumber cahaya itu dari matahari dan penghamburnya adalah udara, maka
cahaya fajar melintang di sepanjang ufuk (horizon, kaki langit). Itu
pertanda akhir malam, menjelang matahari terbit. Semakin matahari
mendekati ufuk, semakin terang fajar shadiq. Jadi, batasan yang bisa
digunakan adalah jarak matahari di bawah ufuk.
Secara astronomi,
fajar (morning twilight) dibagi menjadi tiga: fajar astronomi, fajar
nautika, dan fajar sipil. Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir
malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena mulai munculnya
hamburan cahaya matahari. Biasanya didefinisikan berdasarkan kurva
cahaya, fajar astronomi ketika matahari berada sekitar 18 derajat di
bawah ufuk. Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan ufuk bagi para
pelaut, pada saat matahari berada sekitar 12 derajat di bawah ufuk.
Fajar sipil adalah fajar yang mulai menampakkan benda-benda di sekitar
kita, pada saat matahari berada sekitar 6 derajat. Sehingga fajar shadiq
bukanlah fajar sipil karena saat fajar sipil sudah cukup terang. Juga
bukan fajar nautika karena seusai shalat pun masih gelap. Kalau
demikian, fajar shadiq adalah fajar astronomi, saat akhir malam.
Waktu
shalat dalam jadwal imsakiyah yang banyak diperselisihkan yang lain
yakni awal waktu maghrib karena adakalanya tidak mempertimbangkan
ketinggian tempat dimana pelaku puasa berada dan adakalanya
mempertimbangkannya. Hal tersebut yang biasanya membedakan hasil
perhitungan jadwal imsakiyah yang tersebar di masyarakat.
Perlu Ikhtiyat dalam Memilih Jadwal Imsakiyah
Berkaitan
dengan perbedaan yang terjadi dalam proses perhitungan atau pembuatan
jadwal imsakiyah, tentunya jangan hanya melihat jadwal imsakiyah yang
lebih dahulu dalam awal waktu maghrib dan awal waktu imsak yang terakhir
serta tampilan cover jadwal imsakiyah, tapi melihat akurasi jadwal
imsakiyah itu yang sesuai dengan daerah dan pedoman syariah.
Untuk
menentukan akurasi jadwal imsakiyah bisa dilihat secara sederhana
karena kalau dilihat secara mendetail dan terperinci sangatlah sulit.
Ada beberapa faktor yang dapat dilihat antara lain: pertama, jadwal
imsakiyah menggunakan lintang dan bujur sesuai dengan tempat penyebaran
jadwal tersebut yang biasanya menggunakan alat GPS. Kedua,
mempertimbangkan tinggi tempat yang biasanya menggunakan altimeter
sebagai dasar penentuan awal waktu maghrib maupun terbit, Ketiga,
mempertimbangkan ikhtiyat (hati-hati dalam menentukan waktu shalat)
karena faktor ini merupakan pertimbangan yang sangat diperhatikan dalam
menentukan dalam setiap awal waktu shalat maupun yang lain, dan
faktor-faktor lain.
Harapan penulis terhadap masyarakat dalam
menggunakan jadwal imsakiyah menggunakan jadwal yang telah
mempertimbangkan beberapa faktor di atas agar nilai akurasinya sangat
baik. Namun tidak semuanya bisa meneliti jadwal tersebut dari beberapa
faktor di atas, untuk penggunaan yang sederhana bisa menggunakan jadwal
imsakiyah yang dikeluarkan badan hisab rukyat daerah (BHRD), ormas,
perguruan tinggi, atau pesantren yang bisa dipercaya keakurasiannya.
M Agus Yusrun Nafi’, S.Ag, M.Si Ketua Lajnah Falakiyah NU Kudus dan� Pengasuh Pondok Pesantren Sirojul Hannan Jekulo, Kudus, Jawa Tengah