Banyak laporan yang dikeluhkan
umat dan gerakan Islam dengan keberadaan Salafy -- demikian mereka
menjatidirikan kelompoknya. Meski di kalangan Salafy sendiri terjadi
perpecahan dalam menyikapi ijtihad tertentu, namun kebanyakan umat tidak
memahami peta Salafy secara utuh.
Bukan sekali terjadi, benturan antara Salafy dengan gerakan Islam yang ada. Sehingga menimbulkan gelombang penolakan. Di Lippo Cikarang, kajian Salafy terpaksa diliburkan selama sebulan, karena adanya tekanan (ancaman) dari kelompok tertentu untuk membubarkan halaqah ini. Kemudian di Matraman, Jakarta, pernah terjadi penyerbuan kelompok jamaah dzikir yang dipimpin oleh seorang Habaib, terhadap masjid jamaah Salafy.
Bukan sekali terjadi, benturan antara Salafy dengan gerakan Islam yang ada. Sehingga menimbulkan gelombang penolakan. Di Lippo Cikarang, kajian Salafy terpaksa diliburkan selama sebulan, karena adanya tekanan (ancaman) dari kelompok tertentu untuk membubarkan halaqah ini. Kemudian di Matraman, Jakarta, pernah terjadi penyerbuan kelompok jamaah dzikir yang dipimpin oleh seorang Habaib, terhadap masjid jamaah Salafy.
Gelombang
penolakan juga terjadi di luar Jawa, di Lombok Barat (NTB), sudah
beberapa kali terjadi perusakan fasilitas milik ”penganut” Salafy oleh
warga setempat. Akibat kesalahpahaman di kedua belah pihak, warga di
Dusun Mesangguk, Gapuk, Kecamatan Gerung, Lombok, menyerang jamaah
Salafy dengan lemparan batu. Sebelumnya, November 2005, ribuan warga
Desa Sesela menyerbu Yayasan Pondok Pesantren Ubay bin Kaab di Dusun
Kebon Lauk.
Ketua Komisi Pengkajian Lembaga Pengkajian dan
Penelitian Islam (LPPI) Amin Djamaluddin mengaku bahwa Salafy pernah
mendatanginya. Mereka meminta agar LPPI menjelaskan kepada masyarakat,
bahwa Salafy bukanlah ajaran sesat.
Cara dakwah yang dilakukan
kelompok Salafy, membuat umat Islam resah, dan mendesak MUI mengeluarkan
fatwa tentang keberadaan Salafy. Sesatkah Salafy? ”Salafy bukan
merupakan sekte atau aliran sesat. Salafy, tidak termasuk ke dalam 10
kriteria sesat yang telah ditetapkan oleh MUI. Demikian fatwa yang
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta Utara tanggal 8
April 2009. Fatwa yang ditandatangani oleh Qoimuddien Thamsy (Ketua Umum
MUI Jakarta Utara) dan Drs. Arif Muzakkir Manna, HI (Sekretaris Umum)
tersebut, setidaknya melegakan kelompok Salafy.
Kendati Salafy
bukan aliran sesat, Ketua MUI Pusat KH. Ma’ruf Amien menasihati aktivis
Salafy, agar merubah cara dakwahnya menjadi lebih baik, dan memperbaiki
sifat ananiyah madzhabiyah yang menganggap diri-kelompoknya paling benar
dan mencela golongan lain yang menurutnya salah. ”Padahal, jika masih
dalam skala ikhtilaf, tidak boleh asal menyalahkan. Berbeda dengan
Ahmadiyah yang sudah jelas-jelas menyimpang, karena sudah menyangkut
prinsip (akidah),” kata Kiai Ma’ruf.
Lebih lanjut, KH Ma’ruf
Amien mengatakan, penyerangan warga terhadap jama’ah Salafy, terjadi
akibat sifat egoisme kelompok ini yang suka menyalahkan golongan lain
yang berbeda pandangan. ”Kelompok ini tidak mau toleransi dengan
pemahaman yang berbeda dengan mazhab mereka, sehingga menyulut kemarahan
warga,” tukasnya.
MUI Nusa Tenggara Barat (NTB) juga menyatakan,
kelompok Salafy tak menyimpang dari ajaran Islam. Hanya saja,
penyebaran ajaran ini tidak dikemas sesuai dengan kultur agama yang
dianut warga setempat. ”Akibatnya, warga menjadi tersinggung dan
anarkis,” ujar Sekretaris MUI NTB Tuan Guru Haji Mahaly Fikri.
KENAPA SALAFY - WAHABY DIKECAM ?
Lantas,
apa yang membuat kelompok Salafy dikecam? Karena kelompok Salafy kerap
mencela, bahkan menista ulama besar dan gerakan Islam di luar
kelompoknya. Inilah yang menimbulkan tenaga gelombang itu membesar.
Salafy
acapkali mencela ulama seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Rasyid Ridha, Hasan al-Banna, Taqiyuddin An-Nabhani, Sayyid
Quthb, Ahmad Yasin, ’Aidh al-Qarni, Yusuf al-Qaradhawi dan sebagainya.
Sementara gerakan Islam yang diserang Salafy diantaranya: Ikhwanul
Muslimin, Hizbut Tahrir, FIS Al-Jazair, tak terkecuali Persis, NU,
Muhammadiyah, Majelis Mujahidin, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
dan sebagainya.
Pelbagai tuduhan, hujatan, dan lontaran
kata-kata kasar keluar dari mulut kaum Salafy. Dengan enteng, mereka
memberi cap-cap (stigma) buruk dengan sebutan ahlu bid’ah, khawarij,
pemberontak, ruwaibidhah (dungu), ahlu takfir, gerakan sempalan sesat,
serta teroris, kepada tokoh dan gerakan Islam yang bukan kelompoknya.
Salafy
punya julukan tersendiri terhadap gerakan Islam yang berseberangan
dengannya. Seperti Quthbiy (penganut paham Sayyid Quthb), Sururi
(penganut paham Muhammad Surur ibn Zain al-’Abidin yang menggabungkan
paham Salafy dengan Ikhwanul Muslimin), dan hizbi atau hizbiyun
(kelompok yang berorganisasi/partai).
Salafy yang merasa dirinya
paling benar, sering menuduh tanpa bukti, berdusta atas nama para ulama
dan sebagainya. Fitnah pun ditebar di tengah kaum muslimin.
Anehnya,
ketika (ulama) Salafy dikritik gerakan Islam lain karena hujjahnya,
mereka tidak rela, bahkan menyerang balik habis-habisan para
pengkritiknya. Seabreg kecaman pun tertuju kepada Salafy, ketika
kelompok ini anti bicara politik, tidak peka terhadap penderitaan kaum
Muslimin, fanatik kepada para syaikhnya, keras menghukumi saudaranya
sendiri.
Maling teriak maling, khawarij teriak khawarij. Seperti
itulah yang digambarkan Abu Muhammad Waskito dalam bukunya yang
berjudul: ”Wajah Salafy Ekstrim: Propaganda Menyebarkan Fitnah &
Permusuhan”. Sebutan Salafy ekstrim, karena di antara mereka ada yang
terjerumus dalam sikap ghuluw (melampaui batas). ”Jumlah mereka mungkin
tidak terlalu banyak, kekuatan mereka juga tidak besar, tetapi suara
mereka sangat keras dalam mengobarkan fitnah dan permusuhan,” tulis
Waskito.
Yang lebih menyakitkan adalah, di saat warga Gaza
dibantai Zionis Israel, ulama Salafy asal Saudi, Syaikh Shalih Al
Luhaidan melarang umat berdemo. Bahkan menyebut pendemo itu sebagai
khawarij. ”Demonstrasi yang terjadi di jalanan Arab untuk membela warga
Gaza termasuk membuat fasad fi Al Ardhi alias kerusakan di muka bumi,”
kata Syeikh Shalih.
Sebelumnya, Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albani (ulama Salafy) mengeluarkan fatwa agar kaum Muslimin Palestina
hijrah untuk keluar meninggalkan bumi Palestina. Fatwa ini menuai
kontroversi di tengah kaum Muslimin.
APALAGI ?
Dengan
membabibuta, Salafy ”menyerang” Ikhwanul Muslimin dengan memelesetkannya
menjadi Ikhwanul Muflisin (ikhwan yang boke alias tak punya uang).
Aroma ”kebencian” pada Ikhwanul Muslimin mencuat tatkala pecah Perang
Teluk Babak I. Adalah DR. Rabi’ ibn Hadi al-Madkhali, yang pertama kali
menyusun buku berjudul ”Matha ’in Sayyid Quthb fi Ashab al Rasul”
(Tikaman-tikaman Sayyid Quthb terhadap Para Sahabat Rasul). Rabi’ al
Madkhali, bahkan mengkritik habis Fi Zhilal al-Qur’an (karya Sayyid
Quthb).
Mantan Panglima Laskar Jihad, Ja’far Umar Thalib juga
melontarkan cacimaki terhadap Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dengan
menyebutnya sebagai ’aduwullah (musuh Allah) dan Yusuf al-Quraizhi
(penisbatan kepada salah satu kabilah Yahudi di Madinah, Bani
Quraizhah). Ja’far dikritik gurunya sendiri, Syeikh Muqbil di Yaman,
yang mengganti celaan itu terhadap Qaradhawi dengan sebutan Yusuf
al-Qaradha (Yusuf Sang Penggunting Syari’at Islam). Tak hanya itu, Hasan
al Banna kerap disebut pelaku bid’ah yang akan berakhir di Neraka.
Sayyid Quthb disebut pembawa ajaran sesat.
HOBI MENCELA
Tak
dipungkiri, banyak umat Islam di Indonesia tak memahami Salafy secara
utuh. Umat kadang terjebak dengan penampilan kaum Salafy. Sebagai
contoh, sebuah acara Todays Dialogue di Metro TV (2 September 2008),
tengah membicarakan topik: ”Islam Radikal Mau Ke mana? Acara itu
menghadirkan tiga pembicara, yakni Ustadz Ja’far Umar Thalib, Abdul
Moqsith Ghozali (tokoh JIL), dan Nasir Abas (eks anggota JI). Abdul
Moqsith Ghazali dan Nasir Abas mewakili pihak yang berseberangan dengan
gerakan Islam ”radikal”. Sedangkan Ja’far diharapkan Metro TV menjadi
penyeimbang yang mewakili gerakan Islam radikal. Ada skenario,
narasumber itu akan dikonfrontasi.
Tapi apa yang terjadi? Ja’far
Umar Thalib dalam dialog itu, tidak menunjukkan sikap ”radikal” seperti
yang diharapkan Metro TV. Justru sebaliknya, Ja’far dengan berbagai
statemennya malah menyerang ”teman seperjuangan”. Bahkan lebih galak
ketimbang dua narasumber lainnya. Apa kata Ja’far tatkala ditanya
tentang kelompok-kelompok ”Islam radikal” yang ingin berjuang menegakkan
syariat Islam dan negara Islam? Dengan gamblang, Ja’far yang Salafy ini
mengatakan,”kelompok-kelompok itu harus diberangus sampai ke
akar-akarnya.” Bukan hanya pemirsa yang terkejut, Meutia Hafidh, sang
pembawa acara pun bertanya keheranan, kenapa harus diberangus?
Ja’far
kembali menjawab, dulu, Khalifah Ali bin Abi Thalib memberangus
khawarij. Kelompok-kelompok yang ingin mendirikan negara Islam disebut
Ja’far sebagai Ahlul Bughot (pemberontak) karena itu wajib diberangus
hingga akar-akarnya. Ja’far pun menyamakan pejuang syariat dengan
khawarij, penerap doktrin takfir kepada penguasa Muslim.
Terakhir,
dalam sebuah dialog di televisi swasta, Ja’far dijadikan narasumber
untuk bicara tentang terorisme. Ia kembali menyerang Sayyid Quthb (tokoh
Ikhwanul Muslimin), dan membela Syeikh Muqbil bin Hadi al Wadi’i.
Ja’far mengatakan, semua bentuk radikalisme dan ekstrimisme muncul dari
pemikiran Sayyid Quthb.
Yang menarik, adalah ketika terjadi
perang pemikiran dalam bentuk buku. Awalnya, (alm) Imam Samudra menulis
buku ”Aku Melawan Teroris!”. Seorang ustadz Salafy Abu Hamzah
meresponnya dengan menulis pamflet ”Membongkar Pemikiran Sang Begawan
Teroris”. Selanjutnya, muncul buku bantahan yang berjudul ”Mereka adalah
Teroris! Sebuah Tinjauan Syari’at”, ditulis oleh Luqman bin Muhammad
Ba’abduh, seorang ulama Salafy Yamani dari Jawa Timur dan merupakan
teman seperguruan Ja’far Umar Thalib. Setelah itu, juga terbit buku
”Siapa Teroris? Siapa Khawarij? Karya Ustadz Abduh Zulfidar Akaha, buku
yang juga bantahan terhadap Luqman Ba’abduh (Mereka adalah Teroris).
Menurut
Ustadz Abduh Zulfidar Akaha Lc, buku ”Mereka adalah Teroris!” ternyata
tidak sungguh-sungguh membantah Imam Samudra. ”Imam Samudra hanya
dijadikan batu loncatan saja. Karena di balik itu, ada lebih dari satu
orang yang diserang, baik ulama maupun gerakan Islam. Di dalam buku
Mereka adalah Teroris, Luqman Ba’abduh menyebut nama-nama ulama Ikhwanul
Muslimin, seperti Hasan al-Banna, Sayyid Quthb sebagai teroris,
Abdullah Azzam, pejuang Islam di Afghanistan, termasuk pula tokoh-tokoh
Hamas seperti Syaikh Ahmad Yasin, Abdul Aziz Ar-Rantisi dan sebagainya
sebagai teroris Khawarij.” Intinya, tak ada penghormatan kelompok Salafy
ekstrim terhadap ulama maupun mujahid di luar kelompoknya.
Keresahan
umat Islam terhadap gerakan Salafy ekstrim di Indonesia, sebetulnya
sudah muncul tatkala orang tua santri terkejut melihat putranya yang
belajar di Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga, Semarang. Begitu
pulang ke rumah saat liburan sekolah, anak-anak hasil didikan Ja’far
Umar Thalib dan Yazid Abdul Qadir Jawwas itu, tiba-tiba mencopot
gambar-gambar di dinding, membuang radio dan televisi dari rumah mereka.
Sejumlah orang tua cemas akan hal ini, lantas mendatangi kantor cabang
al-Irsyad di Tengaran, Semarang untuk menanyakan pola didik yang
diterima anak-anak mereka. Orang tua juga menuntut cabang al Irsyad
bertanggung jawab langsung terhadap pesantren, agar mengekang
kecenderungan militan ini.
Kini, penyebaran paham Salafy
berkembang melalui buku-buku agama, majalah, kaset, dan situs internet
untuk mereka jadikan sebagai propaganda. Buku-buku, majalah dan internet
adalah media lain yang mereka gunakan. Hal ini menimbulkan gelombang
yang juga tidak kecil. Melengkapi penolakan-penolakan lainnya.
Mereka
disokong dana yang cukup besar dari oknum Syekh Saudi Arabia. Suatu
ketika pimpinan cabang NU pernah memohon kepada Menteri Agama Maftuh
Batsuni agar menyampaikan satu hal kepada Pemerintah Saudi untuk tidak
membagikan buku-buku agama kepada jamaah haji di airport, yang hendak
pulang ke Tanah Air. Mengingat, buku itu, bertentangan dengan pemahaman
agama yang ada di daerah tertentu, sehingga membuat masyarakat bingung,
bahkan berubah. Atas laporan pimpinan cabang NU ini, Menteri Agama
meminta Pemerintah Saudi tidak membagi-bagikan buku-buku agama, tapi
cukup Al Qur’an dan terjemahan saja. [Islam Times/Taufik Attamimi]
Catatan penulis, Taufik Attamimi: Alhasil,
Bagi masyarakat Muslim, jika ada kelompok yang suka menyalahkan,
mencaci-maki —tak mesti Salafy— sudah pasti akan menghadapi gelombang
penolakan. Tapi, kalau berdakwah dengan cara yang santun, masyarakat
tentu akan menerimanya dengan lapang dada.
Sumber: https://www.facebook.com/notes/taufik-attamimi/gelombang-penolakan-salafy-wahaby/10150186381590976