Gerakan radikalisme Islam (Wahabi-Salafi) memiliki agenda ingin
mengambil alih kekuasaan untuk membentuk negara baru sesuai dengan paham
mereka. Gerakan radikal ini selalu menolak bahkan mengkafirkan orang
Islam di luar kelompoknya.
Hal itu disampaikan Katib Syuriyah PBNU KH Yahya C. Staquf dalam acara dialog publik Nation dan carakter building dengan tema “Peran Pemuda Islam Moderat Dalam Menangkal Radikalisasi Agama” yang diadakan GP Ansor – Fatayat NU bekerjasama dirjen IKP Kementrian Kominfo di Gedung MWCNU Kecamatan Dawe Kudus, Sabtu (27/4).
Gus Yahya, sapaan akrab beliau, menandaskan, radikalisme Islam telah menjadi ancaman yang sangat berbahaya sehingga gerakannya harus dibendung.
Hal itu disampaikan Katib Syuriyah PBNU KH Yahya C. Staquf dalam acara dialog publik Nation dan carakter building dengan tema “Peran Pemuda Islam Moderat Dalam Menangkal Radikalisasi Agama” yang diadakan GP Ansor – Fatayat NU bekerjasama dirjen IKP Kementrian Kominfo di Gedung MWCNU Kecamatan Dawe Kudus, Sabtu (27/4).
Gus Yahya, sapaan akrab beliau, menandaskan, radikalisme Islam telah menjadi ancaman yang sangat berbahaya sehingga gerakannya harus dibendung.
“Jika gagal dibendung, NU Islam moderat di Indonesia juga akan hilang,” tegasnya.
Menurutnya NU didirikan di Indonesia, tambahnya, untuk mengikat bangsa ini supaya tidak lepas. Hal ini terlihat dari simbol tali yang melingkari bumi (peta) Indonesia pada lambang NU.
“Maksudnya tali itu sebagai pengikat Indonesia, kalau lepas maka negara akan meleleh,” jelas putra almarhum KH Cholil Bisri ini.
Menurut Gus Yahya, dengan merawat tradisi amalan NU dan mengumpulkan jamaah atau komunitas seperti NU, maka akan mudah memberi pemahaman yang benar serta memilah-milah aliran maupun gerakan radikalisme.
“Kalau jamaah NU kendor maka akibatnya mudah dirusak oleh orang-orang radikal maupun Wahabi, ” tandasnya.
Sementara itu, budayawan Sastro Al Ngatawi menilai upaya gerakan Islam radikal sebetulnya ingin mengambil alih kekuasaan menjadi Negara Islam. Kelompok radikal ini hanya sebatas mengenal dan memiliki semangat Islam tetapi belum memahami Islam secara benar dan utuh. Mereka, hanya salah paham dengan paham yang salah dengan tujuan ingin menerapkan budaya Arab dengan topeng Islam.
“Tidak ikut mendirikan dan tidak merawat, kok tiba-tiba datang ingin menguasai negara, dalam hukum fiqh namanya ghosob kekuasaan,” kata Sastro seperti diberitakan NU Online
“Orang-orang seperti ini harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam. Kalau tidak mau dan ingin menjadi negara Islam ya disuruh pindah saja ke negara Arab,” ungkapnya.
Menurutnya, sebagai warga negara Indonesia perlu menelaah kembali sejarah bangsa dan memahami tradisi budaya.
“Dengan demikian, kita akan menjadi orang Indonesia yang Islam bukan orang Islam yang Indonesia,” pungkasnya. (IT/sa)
IslamTimes