Imam Muhammad Baqir as: “Orang yang mencari ilmu dengan tujuan mendebat ulama (lain), mempermalukan orang-orang bodoh atau mencari perhatian manusia, maka bersiap-siaplah untuk menempati neraka. Kepemimpinan tidak berhak dimiliki kecuali oleh ahlinya”.
LAKUKAN SEKECIL APAPUN YANG KAU BISA UNTUK BELIAU AFS, WALAU HANYA MENGUMPULKAN TULISAN YANG TERSERAK!

فالشيعة هم أهل السنة

Minggu, 09 September 2012

SAHABAT DALAM PERSPEKTIF SUNNAH

Nasir Dimyati

Sunnah Nabi saw. memuat aneka ragam hadis tentang sahabat, sebagian ada yang memuji sahabat dan memerintahkan umat agar mencintai mereka semua, sebagian lagi ada yang benar-benar menghina sahabat dan memberitakan akibat buruk mayoritas dari mereka, dan sebagian yang lain memuji atau menghina sahabat tertentu di antara mereka.
Jika kita hendak mengeta
hui hakikat dan realitas yang sebenarnya dalam hadis-hadis nabi ini maka sudah barang tentu kita harus menelitinya dari sisi sanad atau silsilah perawinya, dari sisi arti dan kandungannya, serta mempelajari relasi yang mungkin terjalin di antaranya.
Adapun berikut ini kita akan paparkan hadis-hadis yang bersangkutan tanpa menengok lebih jauh silsilah perawi hadis-hadis tersebut:



Hadis-hadis Pujian
Hadis-hadis ini mencakup pujian untuk sahabat secara keseluruhan, pujian khusus untuk kelompok Muhajirin, pujian khusus untuk kelompok Anshar, dan atau lain sebagainya:
Hadis pertama: “Ya Allah! Restuilah hijrah sahabatku dan jangan tolak mereka ke belakang”. [1]
Hadis kedua: “Sahabat Anshar adalah kelompokku dan keluargaku”. [2]
Hadis ketiga: “Di setiap rumah sahabat Anshar ada kebaikan”. [3]
Hadis keempat: “Sahabat Muhajirin dan Anshar, sebagian dari mereka adalah wali bagi sebagian yang lain baik di dunia maupun di akhirat”. [4]
Hadis kelima: “Ya Allah! Tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat, maka ampunilah sahabat Muhajirin dan Anshar”. [5]
Hadis keenam: Sebelum pertempuran dimulai dimulai pada waktu perang Badar, Rasulullah saw. bersabda: “Ya Allah! Jika hari ini Engkau hancurkan kelompok ini niscaya Engkau tidak akan disembah”. [6]
Hadis ketujuh: “Hampir saja orang-orang yang baik diketahui secara terpisah dari orang-orang yang buruk” mereka bertanya: dengan cara apa wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Dengan ungkapan yang bagus dan ungkapan yang jelek, kalian adalah saksi-saksi Allah di bumi”. [7]
Hadis kedelapan: “Sungguh beruntung siapa saja yang telah melihatku dan beriman kepadaku, sungguh beruntung, sungguh beruntung —beliau mengulangi kata-kata itu sampai tujuh kali— siapa saja yang tidak melihatku dan (baca: tapi) dia beriman kepadaku”. [8]
Hadis kesembilan: Dua orang lelaki berkata kepada Rasulullah saw.: wahai Rasulullah! Apakah engkau perhatikan orang yang melihatmu lalu dia beriman kepadamu dan membenarkanmu serta mengikutimu, apa yang dia dapatkan? Beliau menjawab: “Sungguh keberuntungan yang dia dapatkan”. [9]
Hadis kesepuluh: “Agama ini senantiasa unggul atas semua agama yang lain selama masih ada orang yang pernah melihatku di antara kalian”. [10]
Hadis kesebelas: “Di antara kalian, orang yang paling kokoh berada di atas jalan Shirot adalah orang yang paling cinta kepada Ahli Baytku dan kepada Sahabatku”. [11]
Hadis keduabelas: Suatu hari terjadi pertengkaran mulut antara Khalid bin Walid dan salah seorang sahabat Muhajirin yang terdahulu, lalu Khalid berkata kepadanya: “Kamu lancang atas kami karena hari-hari yang kalian lalui sebelum kami”, ketika Rasulullah saw. mendengar kejadian itu beliau bersabda: “Lepaskan sahabatku, sumpah demi Yang memegang jiwaku! Kalau saja kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud sungguh kalian tidak bisa mencapai amalan mereka”. [12]
Tampaknya, dua hadis yang terakhir tidak mencakup semua sahabat nabi saw. mulai dari yang terlebih dahulu beriman dan berjihad sampai yang terakhir, melainkan dua hadis itu khusus untuk sebagian dari mereka. Sebab, Rasulullah saw. mengumpulkan antara cinta Ahli Baytnya dan cinta sahabatnya, andaikata yang beliau maksud adalah semua sahabat maka akan timbul kontradiksi, mengingat bahwa sebagian sahabat beliau mengganggu dan menyakiti belahan tubuh beliau setelah beliau meninggal dunia, sebagian dari mereka juga ada yang senantiasa membenci Ahli Bayt beliau, bahkan kebencian itu telah sampai batas memerangi mereka dan menghalalkan penumpahan darah suci mereka; contohnya Muawiyah, Amr bin Ash, Basar bin Arthat dan yang lain-lain memerangi Imam Ali bin Thalib as. dan juga pemimpin setelah beliau yaitu Imam Hasan bin Ali as., oleh karena itu bagaimana mungkin bisa berkumpul antara cinta Imam Ali bin Thalib as. dan cinta Muawiyah serta pengikutnya dalam satu hati. Selain itu, kandungan hadis ini ditujukan kepada sahabat, lalu bagaimana sahabat diperintahkan untuk mencintai sahabat itu sendiri?
Adapun hadis “Lepaskan sahabatku ...”, jelas hadis ini dikhususkan untuk sebagian sahabat, karena perintah nabi tersebut ditujukan kepada Khalid bin Walid yang dia termasuk sahabat, Rasulullah saw. memerintahkan dia untuk berhenti menyerang sahabat yang lain, lalu beliau membandingkan amalan sahabat yang lebih dahulu beriman, berhijrah dan menolong beliau dengan amalan sahabat yang lebih akhir. Dengan demikian maka jelas hadis ini dikhususkan hanya untuk sebagian sahabat nabi.
Berkenaan dengan pujian nabi untuk para sahabat sebagaimana disebutkan di atas, perlu diketahui bahwa pujian itu dengan catatan syarat-syaratnya juga harus senantiasa terpenuhi, di antaranya adalah iman yang hakiki, maka sudah barang tentu sahabat yang menyimpan penyakit dalam hati tidak termasuk dalam maksud hadis ini. Contoh syarat yang lain adalah istiqamah atau ketegaran dalam menempuh jalan Islam dan husnul khotimah, sebab sebagian sahabat nabi ada juga yang murtad kemudian masuk Islam lagi, begitu pula ada juga yang munafik dan merahasiakan kemunafikan mereka, tapi walau demikian kemunafikan itu tampak dari sela-sela tindakan dan sikap mereka sebagiaman nanti akan kami jelaskan.
Terkadang Rasulullah saw. memuji sebagian dari sahabatnya dengan menyebut nama mereka dan memfokuskan pandangan hanya kepada bilangan yang terbatas dari mereka, lalu beliau mengulang-ulang pujian itu dan menjadikan mereka manusia-manusia pilihan dari ribuan sahabat yang ada dan tidak menyamakan sahabat yang terlebih dahulu hijrah serta iman dengan sahabat yang masuk Islamnya terakhir, itu pun karena ketakutan atau keserakahan.
Di depan hadis-hadis nabi saw. yang memuji sebagian sahabatnya terdapat hadis-hadis palsu yang dinisbatkan kepada beliau memuji sebagian sahabat yang lain. Dan pemalsuan hadis bukan hal yang langka di periode kekuasaan Dinasti Umayah. Ibnu Arafah yang kenal dengan Nafthawiyah mengatakan: “Kebanyakan hadis-hadis palsu tentang keutamaan sahabat dikarang pada masa kekuasaan Dinasti Umayah, pengarangan itu dilakukan dengan tujuan mendekatkan diri kepada penguasa-penguasa Umayah yang mengira dengan perbuatan itu mereka dapat merendahkan Dinasti Hasyim”. [13]
Abul Hasan Mada’ini mengatakan: “Muawiyah menulis surat kepada pekerja-pekerjanya ... bahwa dia akan memecat siapa saja yang meriwayatkan keutaman Abu Turab (julukan yang digunakan untuk Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.) dan Ahli Baytnya, kemudian dia menuliskan juga bahwa: “Jangan sekali-kali kalian membiarkan seseorang muslim meriwayatkan hadis tentang Abu Turab kecuali kalian juga harus membawakan hadis yang menandinginya di kalangan sahabat, sungguh hal ini lebih aku sukai dan merupakan cendera mata yang lebih kuhargai, di samping itu lebih kuat untuk mematahkan bukti Abu Turab beserta syi’ahnya ... karena itu banyak sekali hadis-hadis palsu tentang perangai dan keutamaan sahabat yang sama sekali tidak nyata ... maka kebohongan menyebar ke mana-mana dan sampai ke tangan para ulama, hakim dan penguasa ... sehingga pada akhirnya hadis-hadis palsu itu sampai ke tangan orang-orang beragama yang tidak menganggap dusta dan kebohongan adalah halal, maka mereka menerima hadis-hadis itu dan meriwayatkannya kepada yang lain, mereka menyangka hadis-hadis itu benar, dan seandainya mereka tahu bahwa hadis-hadis itu batil dan palsu niscaya mereka tidak akan meriwayatkannya dan tidak akan menerimanya sebagai bagian dari agama mereka”. [14]

Hadis-hadis Teguran dan Celaan
Kepribadian manusia didominasi oleh tiga faktor: pikiran, perasaan, dan kehendak. Faktor-faktor inilah yang menentukan sikap dan perilaku manusia dalam kehidupannya. Maka iman terhadap keyakinan dan pemikiran tertentu mengubah perasaan batin menjadi gerak perilaku di alam nyata, lalu menjadikan gerakan itu sebuah kebiasaan yang tetap dan interaktif dengan ajaran, konsep dan nilai-nilai yang membentuknya, tentu jika kehendak manusia tersebut selaras dengan dasar-dasar iman. Sedangkan kehendak adalah batas pemisah antara tahap perasaan dan kenyataan, dan kehendak itulah yang pada akhirnya membedakan kepribadian manusia di alam nyata. Di samping itu, tiga faktor ini bertalian juga dengan faktor-faktor lain seperti warisan dan lingkungan sosial yang berpengaruh positif atau negatif terhadap tiga faktor tersebut, dan secara tidak langsung juga berpengaruh dalam membentuk kepribadian manusia, itulah sebabnya kita menyaksikan sahabat-sahabat Nabi saw. berbeda-beda dalam kepribadian mereka, di antara mereka ada yang di puncak kesempurnaan dan kemuliaan, di antara mereka ada juga yang di tingkat paling bawah dan lebih bawah lagi, itu disebabkan oleh perbedaan derajat iman dan kesatuan mereka dengan kepercayaan serta pemikiran, begitu pula disebabkan oleh keberagaman tingkat hubungan mereka dengan teladan saleh yang telah mengejawantahkan keyakinan dan syariat di alam perilaku yang nyata, tidak lepas juga dari sebab interaksi dengan faktor-faktor eksternal, maka dari itu sebagian sahabat yang imannya masih terombang-ambing mundur ke belakang dan murtad dari agama Islam, sebagian dari sahabat yang murtad ada yang kembali beriman karena takut, serakah, pasrah terhadap hal yang nyata, atau karena mendapat kepuasan tentang kebenaran misi Nabi saw., sebagian sahabat tidak melawan keretakan dalam kepribadiannya sehingga mereka tunduk di bawah hawa nafsu dan menuruti faktor-faktor eksternal seperti cinta kedudukan dan harta, akibatnya mereka menyimpang dari jalan yang lurus dalam mengambil sikap dan bertindak. Semua itu menjadi sebab adanya hadis-hadis yang memperingatkan mereka dari penyimpangan, kemunduran, dan kemurtadan. Ada juga hadis-hadis yang mencela dan menegur mereka akibat sikap dan perilaku yang mereka pilih dalam sesi-sesi kehidupan.

Dampak-dampak Jahiliyah
Suatu hari seorang kafir mengingatkan sebagian sahabat nabi yang berasal dari Aus dan Khazraj akan masa lalu dan peperangan mereka di masa Jahiliyah, lalu dia lantunkan beberapa puisi yang biasanya mereka lantunkan di hari-hari peperangan antara Aus dan Khazraj, puisi-puisi itu membangkitkan emosi mereka sehingga mereka pun mulai bertengkar kembali dan saling membanggakan diri serta melecehkan yang lain, masing-masing di antara mereka diselimuti oleh murka, maka mereka semua keluar ke padang pasir dengan menghunuskan senjata, akan tetapi sebelum pertempuran antara mereka terjadi, Rasulullah saw. datang seraya bersabda: “Wahai segenap orang-orang muslim, Allah-Allah (ingatlah), apa kalian kembali pada perseteruan masa Jahiliyah padahal aku berada di tengah kalian dan Allah telah memberi hidayah Islam kepada kalian, memuliakan kalian dengan Islam, dan memutuskan kalian dari tradisi Jahiliyah dengan Islam, menyelamatkan kalian dari kekafiran dengan Islam, serta mendekatkan hati-hati kalian dengan Islam”. Ketika itu maka mereka sadar bahwa apa yang terjadi disebabkan oleh hembusan setan dan tipu daya lawan, lalu mereka menangis dan saling berpelukan antara sahabat nabi dari Aus dan Khazraj. [15]
Andaikan krisis ini tidak segera diselesaikan niscaya sudah terjadi peperangan antara sahabat Aus dan Khazraj dengan berbagai dampak yang akan muncul, padahal Rasulullah saw. masih berada di tengah mereka, dengan demikian maka coba bayangkan apa yang akan terjadi jika beliau sudah pergi meninggalkan mereka!
Suatu saat, seorang dari sahabat Muhajirin dan seorang lagi dari sahabat Anshar berdesakan di tempat air, satu di antara mereka berteriak “wahai kelompok Muhajirin” dan yang lain berteriak “wahai kelompok Anshar”, ulah mereka berdua hampir saja menimbulkan fitnah di antara sahabat Muhajirin dan Anshar apabila Rasulullah saw. tidak menyelesaikannya. [16]
Khalid bin Walid melanggar misi penting yang ditugaskan kepadanya, yaitu dakwah Islam secara damai, dia bukannya mengajak masyarakat untuk masuk Islam dengan cara damai akan tetapi dia membunuh sekelompok dari Bani Khuzaimah dengan motif balas dendam untuk pamannya yang terbunuh di masa Jahiliyah, dan ketika Rasulullah saw. mendengar laporan tentang perbuatan Khalid tersebut maka beliau mengangkat kedua tangan beliau ke arah langit seraya berdoa: “Ya Allah! Sesungguhnya aku membebaskan diriku kepada-Mu dari apa yang telah diperbuat oleh Khalid”. [17]

Berbohong Kepada Rasulullah saw.

Kebohongan terhadap Rasulullah saw. sudah sering terjadi pada saat beliau masih hidup, itulah kenapa beliau memperingatkan sahabatnya jangan sampai mereka mendustakan hadis kepada beliau, beliau bersabda:
“Jangan kalian berbohong kepadaku, karena barangsiapa yang berbohong kepadaku maka dia pasti masuk neraka” [18]
“Barangsiapa yang berbohong kepadaku maka sungguh dia menempatkan dirinya di neraka” [19]
“Barangsiapa yang sengaja berbohong kepadaku maka sungguh dia menempatkan dirinya di neraka”. [20]
“Barangsiapa menisbatkan perkataan kepadaku padahal aku tidak mengatakannya maka sungguh dia menempatkan dirinya di neraka”. [21]
Dan untuk membongkar kebohongan tersebut secara keseluruhan atau dalam kasus-kasus yang lain, kita saksikan Rasulullah saw. memperingatkan hal itu dan melarangnya secara keras setelah hal itu terjadi, beliau senantiasa mengulang-ulang peringatan tersebut di berbagai waktu dan kesempatan agar pembohong-pembohong itu takut untuk melakukannya kembali, suatu saat Rasulullah saw. berpidato seraya bersabda: “Apa yang mendorong kalian untuk terus berbohong seperti halnya permadani yang terus terbakar oleh api! Semua kebohongan orang pasti dicatat dan akan membahayakannya kecuali kebohongan seseorang dalam taktik perang, atau memperbaiki hubungan antara dua orang, atau kebohongan yang dilakukan seorang lelaki ketika berbicara dengan istrinya untuk membuat istrinya rela”. [22]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. menjelaskan kelompok-kelompok penukil hadis dari Rasulullah saw. dan membaginya menjadi empat:
Pertama: Orang yang sengaja berbohong;
Kedua: Orang yang keliru dalam menukil hadis, tapi dia tidak sengaja dalam hal itu;
Ketiga: Orang yang tidak banyak tahu tentang nasikh-mansukh dalam perintah maupun larangan agama; nasikh yakni teks yang menghapus hukum teks lain, sementara mansukh adalah teks yang hukumnya dihapus oleh teks lain;
Keempat: Orang yang jujur dan menempatkan hadis pada posisi yang sebenarnya.
Kemudian beliau menerangkan bahwa “di tangan masyarakat ada yang haq dan yang batil, ada yang jujur dan yang bohong ... sungguh telah terjadi kebohongan terhadap Rasulullah saw. di saat beliau masih hidup, itulah sebabnya beliau berdiri dan berpidato seraya bersabda: “Barangsiapa yang sengaja berbohong kepadaku maka sungguh dia menempatkan dirinya di neraka”. [23]
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa kebohongan terhadap Rasulullah saw. di saat beliau masih hidup adalah realitas yang tidak bisa ingkari ataupun ditakwil —dan contoh-contohnya akan kita sebutkan di pembahasan yang akan datang—, ini merupakan bentuk kebohongan yang paling berpengaruh dalam mencampuradukkan berbagai konsep dan pandangan serta dalam menyebabkan kelabilan baik dalam kondisi khusus maupun umum. Kebohongan itu mencakup hal-hal yang membangkitkan kejahatan dan hal-hal yang mengubah jalan Islam dengan berbagai konsep dan normanya.

Hadis-hadis Yang Melarang Penumpahan Darah Dengan Tujuan Duniawi
Rasulullah saw. memperingatkan umatnya agar tidak bersaing dalam urusan dunia, lebih khusus lagi apabila persaingan itu berkisar pada poros-poros tertentu seperti kekuasaan, karena kekuasaan maka sebagian orang menumpahkan darah sebagian yang lain, dan bahkan sebagian sahabat nabi menghalalkan darah sahabat yang lain untuk merebut kekuasaan atau merebut harta dan rampasan perang yang menjadi sarana untuk mencapai kekuasaan tersebut.
Rasulullah saw. bersabda: “... Sungguh aku tidak khawatir kalian menjadi musyrik setelah aku pergi, tapi aku khawatir kalian berlomba-lomba untuk merebut dunia sehingga kalian terbunuh dan binasa sebagaimana nasib umat yang terdahulu”. [24]
Beliau memberitahu sahabatnya bahwa mereka akan serakah pada kekuasaan dan memperebutkannya, beliau bersabda: “Sungguh kalian akan memperebutkan kekuasaan secara serakah, dan hal itu akan menjadi penyesalan dan hasrat di Hari Kiamat”. [25]
Rasulullah saw. juga memperingatkan mereka agar tidak kembali menjadi kafir setelah beliau meninggal dunia, lalu beliau menyebutkan penumpahan darah sebagai sebab kekafiran itu, dan boleh jadi maksud beliau adalah kekafiran yang hakiki; sebab orang mukmin tidak mungkin menghalalkan darah saudara mukminnya sendiri selama dia masih beriman kepada Allah swt. dan siksa Hari Kiamat, di samping itu boleh jadi maksud beliau adalah penyimpangan yang nyata dan praktis dari agama Islam, dalam hal ini beliau bersabda: “Jangan kalian kembali menjadi kafir setelah aku meninggal sehingga sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain”. [26]

Hadis-hadis Kemurtadan dan Berbalik ke Belakang
Ada hadis-hadis Rasulullah saw. yang menyatakan akan terjadinya kemurtadan atau kemunduran sebagian sahabat beliau ke belakang setelah beliau meninggal dunia. Beliau bersabda: “Aku pendahulu kalian di telaga Haudh, lalu aku berselisih dengan sekelompok orang dan aku kalahkan mereka, maka aku berkata Tuhanku! Bukankah mereka adalah sahabatku! Mereka adalah sahabatku! Maka aku dijawab: sesungguhnya kamu tidak tahu apa mereka perbuat setelah kamu meninggal” [27]
Hadis ini secara jelas menyatakan bahwa sahabat-sahabat itu di masa hidupnya Rasulullah saw. dikenal oleh masyarakat sebagai orang-orang yang istikomah atau teguh dalam beriman dan beramal saleh, tapi kemudian setelah Rasulullah saw. meninggal mereka menyimpang dari jalan yang benar.
Di riwayat lain Rasulullah saw. bersabda: “Akan datang sekelompok orang yang pernah bersamaku dan melihatku ke telaga Haudh, dan ketika mereka dihadapkan kepadaku aku melihat mereka gemetar dan gelisah, maka aku berkata: Tuhanku! Bukankah mereka adalah sahabatku! Mereka adalah sahabatku! Aku pun dijawab: Sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat setelah kamu meninggal”. [28]
Rasulullah saw. juga bersabda: “Sungguh kalian akan dikumpulkan di hadapan Allah swt. ... lalu ada sekelompok orang di antara kalian yang menerima kitab catatan amal mereka dengan tangan kiri, maka aku berkata: Wahai Tuhanku! Mereka adalah sahabatku!. Aku pun dijawab: Sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang telah mereka perbuat setelahmu, mereka berbalik ke belakang sejak kamu berpisah dengan mereka, maka aku pun berkata sebagaimana hamba yang saleh berkata: “Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka, maka setelah Engkau wafatkan aku Engkaulah pengawas mereka dan Engkau Maha Menyaksikan segala sesuatu. Jika Engkau siksa mereka, maka sesungguhnya mereka itu hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau ampuni mereka maka sesungguhnya Engkaulah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [29]
Siksa yang tersebut dalam ayat di atas mengindikasikan terjadinya perbuatan dosa oleh sebagian sahabat sehingga mereka pun menyandang sifat fasik dan keluar dari jalan yang haq, adil dan saleh, karena jika tidak demikian halnya maka tidak ada hal yang menyebabkan siksa bagi manusia yang adil, saleh dan bersih.
Dan setelah menelusuri hadis-hadis yang bersangkutan, kita mendapatkan penyimpangan dari jalan Rasulullah saw. dan pengasingan diri dari pandangan serta norma-norma Islam —yang di dalam hadis disebut dengan kemurtadan atau berbalik ke belakang— oleh sahabat beliau dalam jumlah yang besar, padahal mereka telah mengalami hidup bersama beliau dalam tempo yang tidak pendek. Rasulullah saw. mengungkapkan jumlah besar itu dengan sabdanya: “Ketika aku sedang berdiri, tiba-tiba muncul sekelompok orang, sampai ketika aku mengenali mereka keluarlah seorang di antara aku dan mereka lalu berkata: Marilah!, aku katakan kepadanya: Kemana? Dia menjawab: ke neraka, demi Allah. Aku katakan lagi kepadanya: Memangnya ada apa dengan mereka? Dia menjawab: Sungguh mereka telah berbalik ke belakang setelah kamu tinggalkan. Kemudian muncul lagi sekelompok orang, sampai ketika aku mengenali mereka ... . Dia menjawab: Sungguh mereka telah berbalik ke belakang setelah kamu tinggalkan. Dan aku tidak melihatnya terlepas dari kelompok-kelompok itu”. [30]
Hadis-hadis di atas menceritakan kalau yang bertanya adalah Rasulullah saw. dan yang menjawab adalah pihak lain, sementara ada juga hadis-hadis yang menceritakan bahwa yang menjawab adalah Rasulullah saw. sendiri, yaitu ketika beliau menyapa sebagian dari sahabat beliau di Hari Kiamat dan menyatakan telah menyimpang dari jalan yang lurus setelah beliau meninggal dunia. Dalam sebuah hadis diriwayatkan Rasulullah saw. bersabda: “Apa urusannya kaum-kaum yang mengatakan bahwa rahim (hubungan kekerabatan) ku tidak berguna, sumpah demi Allah sesungguhnya rahimku menyambung di dunia dan akhirat, dan sesungguhnya aku wahai umat manusia pendahulu kalian di telaga Haudh, dan ketika aku datang berdirilah sekelompok orang, yang ini mengatakan: wahai Rasulullah! Aku adalah fulan, yang itu mengatakan: wahai Rasulullah! Aku adalah fulan, dan yang lain lagi mengatakan: wahai Rasulullah! Aku adalah fulan, maka aku katakan kepada mereka: “Sungguh aku telah mengenali kalian, tapi kalian telah melakukan perubahan setelahku dan kalian berbalik ke belakang”. [31]
Hadis-hadis semacam ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. berlepas tangan dari mereka dan tidak bermaksud menyelamatkan mereka dari keterpurukan saat datang ke telaga Haudh, dan dalam sebuah hadis disebutkan Rasulullah saw. bersabda: “Maka aku katakan: mereka adalah sahabatku! Sahabatku!” Aku dijawab: “Sungguh kamu tidak tahu apa yang mereka rubah setelahmu”, maka aku katakan lagi: “Jauhlah dariku! Jauhlah dariku siapa saja yang melakukan perubahan setelahku”. [32]
Pada masa hidupnya, Rasulullah saw. senantiasa memperingatkan mereka agar jangan menyimpang dari jalan yang lurus setelah beliau tinggalkan, dan beliau jelaskan tolok ukur penilaian adalah husnul khotimah (akhir yang baik) atau su’ul khotimah (akhir yang buruk). Dalam sebuah hadis diriwayatkan Rasulullah saw. bersabda untuk para syahid di Perang Uhud: “Mereka adalah orang yang aku beri kesaksian” maka Abu Bakar menyahut: “Wahai Rasulullah saw.! bukankah kami saudara-saudara mereka? Kami memeluk Islam sebagaimana mereka memeluknya, dan kami berjihad sebagaimana mereka berjihad”, maka beliau menjawab: “Iya, tapi kalian tidak tahu apa yang akan kalian perbuat dan rubah setelahku”. [33]
Bahkan sebagian sahabat sendiri menegaskan fenomena penyimpangan dari jalan Rasulullah saw. yang terjadi setelah beliau meninggal dunia, di antaranya adalah perkataan Ubay bin Ka’ab: “Umat ini senantiasa tertelungkup sejak mereka kehilangan Rasulullah”. [34]
Referensi: As-Shohabatu fil Qur’ani was Sunnati wat Tarikh, Markaz Risalah, halaman 61-73.
1. Shohihul Bukhori, jilid 5: 87-88.
2. As-Sirohtun Nabawiyah, Ibnu Katsir, 2: 282.
3. Shohih Muslim, 4: 1785
4. Biharul Anwar, 22: 311, dari Amali, Ibnus Syekh, 168.
5. Shohihul Bukhori, 5: 137; Tafsirul Qumi, 1: 177.
6. As-Sirotun Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2: 279.
7. Tafsirul Qur’anil Adzim, 1: 197.
8. Al-Khishol, 2: 342.
9. Biharul Anwar, 22: 306, dari Amali, Ibnu Syekh: 332.
10. Nawadirur Rowandi: 15.
11. Ibid: 23.
12. Majma’uz Zawa’id, 10: 15.
13. Syarh Nahjil Balaghoh, 11: 64.
14. Ibid, 11: 44-46.
15. As-Sirotun Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2: 204-205.
16. Ibid, 3: 303; at-Thobaqotul Kubro, Ibnu Sa’d, 2: 65.
17. Shohihul Bukhori, 5: 203; Tarikh al-Ya’qubi, 2: 61; Tarikh at-Thobari, 3: 67; al-Kamilu fit Tarikh, 2: 256.
18. Shohihul Bukhori, 1: 38; Shohihul Muslim, 1: 9.
19. Shohihul Bukhori, 1: 38; Sunan Ibnu Majjah, 1: 13.
20. Shohihul Bukhori, 1: 38; Shohihu Muslim, 1: 10.
21. Shohihul Bukhori, 1: 38, dan hadis yang serupa di dalam kitab al-Mustadroku ‘alas Shohihayn, 1: 102.
22. Ad-Durul Mantsur, 4: 317.
23. Nahjul Balaghoh, 325-326, pidato ke 210.
24. Shohih Muslim, 4: 1796.
25. Musnad Ahmad, 3: 199; hadis yang serupa juga ada dalam kitab Tuhaful Uqul, 25.
26. Musnad Ahmad, 1: 664 dan 6: 19; Shohihul Bukhori, 1: 41; Shohih Muslim, 1: 82; Sunan Ibnu Majjah: 2: 130.
27. Musnad Ahmad, 2: 35; hadis yang serupa juga dimuat dalam kitab Shohih Muslim, 4: 180.
28. Musnad Ahmad, 6: 33; hadis yang serupa juga terdapat dalam kitab Shohihul Bukhori, 8: 148 dan 9: 58.
29. Musnad Ahmad, 1: 389; hadis yang serupa juga dimuat dalam kitab Shohihul Bukhori, 6: 69-70, 122. Dua ayat di yang dibaca oleh beliau adalah ayat 117-118 surat al-Ma’idah.
30. Shohihul Bukhori, 8: 151.
31. Al-Mustadrku ‘alas Shohihayn, 4: 74-75.
32. Musnad Ahmad 3: 410. Hadis yang serupa juga dimuat dalam kitab Shohih Muslim, 4: 1793.
33. Muwattho’, Malik, 2:462, Daru Ihya’it Turotsil Arobi, Bairut, 1370 H.
34. Syarhu Nahjil Balaghoh, 20: 24.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...