Imam Muhammad Baqir as: “Orang yang mencari ilmu dengan tujuan mendebat ulama (lain), mempermalukan orang-orang bodoh atau mencari perhatian manusia, maka bersiap-siaplah untuk menempati neraka. Kepemimpinan tidak berhak dimiliki kecuali oleh ahlinya”.
LAKUKAN SEKECIL APAPUN YANG KAU BISA UNTUK BELIAU AFS, WALAU HANYA MENGUMPULKAN TULISAN YANG TERSERAK!

فالشيعة هم أهل السنة

Minggu, 10 Juli 2011

Apa rahasia kemaksuman (kesucian dari dosa dan kesalahan)?

Syaikh Mahmud Tayyar Maraghi


Apa rahasia kemaksuman (kesucian dari dosa dan kesalahan)? Jika memang kemaksuman para nabi dan imam adalah anugerah Tuhan; lalu kenapa kita tidak diliput oleh anugerah yang sama? Kalau saja Tuhan menganugerahi kita dan memberikan ilmu laduni kepada kita maka kita juga menjadi maksum sebagaimana mereka?

JAWABAN:

Kemaksuman adalah anugerah sekaligus berdasarkan usaha dan pencarian. Dan persoalan ini akan menjadi jelas setelah memperhatikan poin-poin berikut:

Pertama. Para nabi dan imam mempunyai keinginan manusiawi, hidup sebagaimana masyarakat hidup, dan berusaha untuk meraih derajat-derajat spiritual, mereka adalah orang-orang yang sabar, pejuang, zuhud, dan bertakwa.



Kedua. Tuhan mengetahui potensi unggul para nabi dan imam dalam meraih derajat-derajat spiritual serta kelayakan mereka untuk memikul tanggungjawab sebagai pemberi petunjuk kepada umat manusia. Potensi dan kelayakan mereka —yang bagian besarnya muncul akibat tindakan-tindakan sengaja mereka— itulah yang diketahui oleh Tuhan dari sebelumnya, dan itulah yang mendasari pemilihan mereka sebagai nabi atau imam. Banyak sekali ayat dan hadis yang membuktikan kenyataan ini, seperti:

وَ جَعَلنَا مِنهُم اَئِمَّةً یَهدُونَ بِاَمرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَ کَانُوا بِآیَاتِنَا یُوقِنُونَ / السجدة: 24

Artinya: “Dan Kami jadikan di antara mereka imam-imam yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami tatkala mereka sabar dan senantiasa yakin kepada ayat-ayat Kami”. (QS. 32:24).

اللهُ اَعلَمُ حَیثُ یَجعَلُ رِسَالَتَهُ / الانعام: 124

Artinya: “Allah mengetahui di mana Dia menempatkan risalah-Nya”. (QS. 6: 124).

Ketiga. Penyerahan setiap tanggungjawab selalu dibarengi dengan pemberian fasilitas yang urgen. Dan imamah (keimaman) juga tidak terkecuali dari hukum ini. Itulah kenapa Tuhan mencurahkan ilmu yang urgen kepada mereka yang diserahi untuk memikul tanggungjawab keimaman. Dan keriteria ini betul-betul terasa bagi imam pada saat tanggungjawab itu diserahkan kepada mereka, sebagai contoh suatu saat salah satu sahabat Imam Hadi as. bernama Harun bin Fudhail berada di sebelah beliau, tiba-tiba beliau berkata: “ اِنَّا للهِ وَ اِنَّا اِلَیهِ رَاجِعُونَ , Abu Ja’far (Imam Muhammad Jawad as.) telah mati syahid”. Seorang bertanya kepada beliau: “Dari mana baginda tahu?, beliau menjawab: “Tiba-tiba dalam hatiku aku merasakan kerendahan diri di hadapan Allah yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya”. [1]

Tiga hal yang nyata dan mulia ini diisyaratkan juga di awal Do’a Nudbah:

وَ لَا اضمِحلَالَ بَعدَ اَن شَرَطتَ عَلَیهِمُ الزُّهدَ فِي دَرَجَاتِ هذِهِ الدُّنیَا الدَّنِيَّةِ وَ زُخُرُفِهَا وَ زِبرِجِهَا فَشَرَطُوا لَکَ ذَلِکَ وَ عَلِمتَ مِنهُمُ الوَفَاءَ بِهِ فَقَبِلتَهُم وَ قَرَّبتَهُم وَ قَدَّمتَ لَهُمُ الذِّکرَ العَلِيَّ وَ الثَّنَاءَ الجَلِيَّ وَ اَهبَطتَ عَلَیهِم مَلَائِکَتَکَ وَ کَرَّمتَهُم بِوَحیِکَ وَ رَفَدتَهُم بِعِلمِکَ

Artinya: “—Kamu pilih mereka— ... setelah Kamu syaratkan kepada mereka untuk berzuhud terhadap dunia, keindahan dan perhiasannya, mereka berjanji untuk memenuhi persyaratan itu, dan Kamu tahu kesetiaan mereka dalam janji itu, oleh karena itu Kamu menerima mereka, Kamu dekatkan mereka pada Diri-Mu, Kamu berikan dzikir yang tinggi dan pujian yang berharga kepada mereka, Kamu kirimkan malaikat-Mu kepada mereka, Kamu muliakan mereka dengan wahyumu kepada mereka, dan Kamu anugerahkan ilmu-Mu kepada mereka”.

Perlu diketahui bahwa keistimewaan ini (ilmu dan anugerah kemaksuman) adalah dasar dan syarat pertama dalam keimaman, adapun selanjutnya para maksum berusaha dan beribadah dengan keinginannya sendiri untuk sampai pada kedudukan-kedudukan yang lebih tinggi daripada ilmu dan kemaksuman yang sebelumnya mereka peroleh, kita melihat bagaimana Rasulullah saw. meminta tambahan ilmu sebagaimana disinyalir oleh al-Qur’an:

وَ قُل رَبِّ زِدنِي عِلمًا / طه: 114

Artinya: “Dan katakanlah “ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu”. (QS. 20: 114).

Ibadah, kesabaran, dan perjuangan yang lebih ini menyebabkan keunggulan sebagian nabi-nabi atas yang lain, Allah swt. berfirman:

تِلکَ الرُّسُلُ فَضَّلنَا بَعضَهُم عَلَی بَعضٍ /البقرة: 283

Artinya: “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain”. (QS. 2: 253).

Keempat. Kemaksuman dan derajat keilmuan serta spiritual itu tidak hanya bisa dicapai oleh para nabi dan imam, melainkan juga terbuka bagi siapa saja yang berusaha keras untuk mendapatkannya, contohnya adalah Zainab Kubra as. telah sampai batas kemaksuman, Abul Fadhl Abbas as. telah sampai pada kedudukan-kedudukan spiritual yang tinggi, dan menurut para ahli sebagian ulama serta wali Allah sudah mendekati batas kemaksuman. Soal kenapa kemaksuman sering dibicarakan tentang para nabi dan imam, karena mengingat kemaksuman adalah sebuah keharusan bagi mereka. Dengan kata lain, salah satu syarat kenabian dan keimaman adalah kemaksuman, dan Allah swt. tidak akan memilih orang yang tidak memenuhi syarat itu sebagai nabi atau imam. Oleh karena itu, tidak ada satu pun non-maksum yang sampai pada derajat kenabian dan keimaman, dan ini bukan berarti setiap orang yang bukan nabi atau imam sama sekali tidak akan sampai pada tingkat kemaksuman.

Kelima. Sifat dermawan Tuhan yang mencurahkan anugerahnya secara mutlak, menuntut kapan saja ada orang yang mempunyai potensi kesempurnaan maka Dia menyediakan hal-hal yang dia butuhkan untuk mengaktualisasikan kesempurnaan tersebut. Yakni, dari sisi Tuhan, tidak ada kelalaian dan kekikiran dalam persoalan ini. Maka dari itu, sewaktu kita benar-benar mempunyai potensi untuk mendapatkan ilmu laduni dan dengan ilmu laduni itu kita bisa mencapai kemaksuman maka Tuhan pasti menganugerahkan ilmu itu kepada kita. Namu, ketika kita merenung sejenak, ternyata klaim bahwa “kalau kita mempunyai ilmu para maksum niscaya kita juga akan menjadimaksum” adalah omong kosong belaka, buktinya di berbagai kasus kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ilmu kita sendiri, dalam sebuah hadis disebutkan:

مَن عَمِلَ بِمَا عَلِمَ عَلَّمَهُ اللهُ عِلمَ مَالَا یَعلَمُ [2]

Artinya: “Barangsiapa yang mengamalkan hakikat yang dia ketahui maka Allah mengajarkan apa yang tidak dia ketahui”.

Kesimpulan: Memang benar kemaksuman adalah anugerah Tuhan, tapi anugerah itu erat sekali hubungannya dengan kelayakan yang diperoleh melalui tindakan-tindakan sengaja manusia, dan jika Tuhan mencurahkan ilmu-Nya yang menyebabkan kemaksuman para nabi serta imam maka ketahuilah kebijaksanaan itu atas dasar undang-undang umum dan prinsip-prinsip universal serta tidak seenaknya begitu saja. Oleh karena itu, barangsiapa mempunyai kelayakan maka anugerah yang sesuai dengan kelayakan itu pasti tercurahkan kepadanya.




Penerjemah: Nasir Dimyati (Dewan Penerjemah Situs Sadeqin)




-----------------------------------------------------------------------

1. Ushul Kafi: 2/218.

2. Lihat referensi berikut:

a. Faidh Kasani, al-Ushulul Ashliyah, Teheran, terbitan Donesygoh, tahun 1390, halaman 162;

b. Ibnu Hajar Asqalani, al-Ishobatu fi Tamyizis Shohabah, Bairut, Darul Kutubil Islamiyah, tahun 1415 H, jilid 1, halaman 45;

c. Sayid Muhammad Muhsin Thaba’ Thaba’i, al-Mizanu fi Tafsiril Qur’ani, Qom, Muassasatun Nasyril Islomi, jilid 7, halaman 339.

Sumber: http://www.facebook.com/groups/186710774687388?view=doc&id=240732552618543
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...