Mabus then will soon die, there will come. Of people and beasts a horrible rout:
Then suddenly one will see vengeance, Hundred, hand, thirst, hunger when the comet will run. (Nostradamus, Century II, Quatrain 62)
Alhamdulillahillahi Rabbil ‘alamiin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada sebaik-baik makhluk-Nya, Muhammad dan keluarganya yang suci dan bersih, serta sahabat-sahabatnya yang ikhlas dan saleh, dan para tabi’innya yang baik, sampai hari kiamat.
Sebagian besar umat Islam meyakini kesahihan kabar gembira yang diwartakan oleh Nabi Muhammad saw tentang kemunculan seorang pria dari keluarganya pada akhir zaman – yang bernama Mahdi – yang akan memenuhi dunia dengan keadilan setelah dunia dipenuhi dengan kezaliman dan kejahatan. Penantian kaum mukmin akan datangnya Imam Mahdi telah berlangsung selama berabad-abad. Baik dari kalangan Sunni atau Ahlusunnah wal Jama’ah, maupun dari kalangan Syi’ah atau Itsna Asyariah, kedua-duanya meyakini bahwa Imam Mahdi berasal dari keturunan Nabi Muhammad saw (Ahlulbait), meskipun terdapat sejumlah perbedaan di antara mereka. Namun, sebagian kecil dari umat Islam mengingkarinya karena klaim pembaharuan dan pembaruan. Mereka antara lain adalah mereka yang telah terpengaruh oleh ide-ide para orientalis yang sejak dulu selalu berusaha merapuhkan keyakinan umat Islam dengan tipu daya “kemodernan” mereka.
Padahal, sosok yang serupa dengan karakteristik Imam Mahdi ini sendiri diyakini oleh berbagai umat agama dan mayoritas penduduk dunia, meskipun dengan nama yang berbeda-beda. Kedatangannya sebagai Sang Juru Selamat juga telah dinanti-nanti selama berabad-abad sampai hari ini. Keyakinan ini telah hidup di antara orang-orang Mesir kuno dan dapat ditemukan dalam kitab-kitab Cina kuno maupun kitab-kitab ramalan seperti karya Nostradamus. Bahkan, keyakinan ini juga dipegang oleh para filsuf Barat seperti Bertrand Russel dan ilmuwan modern seperti Albert Einstein. Oleh sebab itu, keyakinan kepada Imam Mahdi (Mahdawiyyah) bersifat universal, walaupun dengan fitur yang berbeda-beda, seperti dalam tabel berikut[1]:
Islam | Yahudi | Nasrani | Hindu | Buddhisme | Zoroaster | Majusi |
Imam Mahdi as | Messiah (Moshiach) | Kembalinya Yesus Kristus | Avatar | Buddha | Bahramsyah | Ushider |
MAHDAWIYAH MENURUT SUNNI, SYI’AH DAN WAHABI
Mahdawiyah berasal dari kata Mahdi, yang berarti keyakinan akan datangnya seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi. Kata Mahdi sendiri berarti orang yang diberi petunjuk, penunjuk jalan; pemimpin. Dalam bahasa Arab kata Mahdi (Al-Mahdiyy), termasuk dalam kategori isim maf’ul[2] artinya orang yang dipimpin Allah kepada kebenaran. Imam Mahdi adalah pemimpin (yang dianggap suci) yang akan datang ke dunia apabila hari kiamat hampir tiba[3].
Mahdawiyah merupakan salah satu akidah yang dianut mayoritas pemeluk Islam. Akidah ini dianut berlandaskan ayat-ayat al-Qur’an dan hadist-hadist dari Rasulullah SAW. Walaupun demikian, tidak ditemukan pembahasan secara tersurat mengenai Imam Mahdi dalam ayat-ayat al-Qur’an. Akibatnya, Mahdawiyah menjadi cabang akidah dalam Islam yang melahirkan berbagai ranting, sehingga masing-masing mazhab mengklaim akidah Mahdawiyah yang mereka anut adalah yang paling benar.
Berikut ini adalah beberapa ayat al-Qur’an yang dijadikan landasan bagi akidah Mahdawiyah oleh mayoritas penganut Islam. Meskipun ditafsirkan berbeda-beda oleh setiap mazhab, tetapi ayat-ayat berikut menjadi sandaran bagi pemahaman mereka tentang Mahdawiyah.
- Ketika umat Islam (menjelang akhir zaman) berada dalam keterpurukan dan kezaliman, Allah memberikan pertolongan melalui hujjah-Nya.
“Dia-lah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar agar Dia menampakkannya (liyuzhhirahu) atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (Q.S At-Taubah, 9 : 33) .
"Dan Kami hendak memberi karunia kepada mereka yang tertindas di bumi, dan akan Kami jadikan mereka para pemimpin dan pewaris dunia.(QS. Al-Qashash, 28: 5)
- Dunia akan diwarisi oleh orang-orang yang saleh, yaitu masa depan dunia akan dipimpin oleh Imam Mahdi beserta para pengikutnya.
“Dan sesungguhnya Kami telah menuliskan dalam Zabur setelah (Kami tulis dalam) Dzikr [Lauh Mahfuz], bahwa dunia akan dipusakai oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.”(Q.S Al-Anbiya’, 21: 105)
- Ketika kemurtadan dan kemusyrikan merajalela, Allah akan mendatangkan suatu kaum yang kembali menegakkan agama-Nya, yaitu Imam Mahdi beserta para pengikutnya.
“Hai orang- orang yang beriman, barang siapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, bersikap keras terhadap orang- orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela...(Q.S Al-Maidah, 5: 54)
- Keberadaan para khalifah atau para imam pada setiap zaman akan terus berlangsung hingga datangnya hari kiamat.
“Dan bagi tiap-tiap kaum itu ada orang memberi petunjuk”(QS.Ar-Ra’d,13: 7).“Di setiap umat itu mempunyai utusan (Allah)” (Q.S Yunus, 10: 47)
- Allah telah berjanji menjayakan umat Islam dalam menyebarkan dan menguatkan agama mereka.
“Dan Allah SWT telah menjanjikan orang-orang yang beriman dari kalian dan yang beramal saleh, bahwa mereka (pasti) akan dijadikan sebagai khalifah di atas muka bumi, sebagaimana Dia juga telah menjadikan para pemimpin sebelum mereka dan –Ia menjanjikan untuk menyebar dan menguatkan agama yang mereka ridhai, dan menggantikan rasa takut mereka menjadi keamanan...”(Q.S An-Nur, 24: 55)
- Kepemimpinan Illahiyah (bukan kepemimpinan insaniyah) yaitu para Nabi dan pewarisnya (washinya). Allah memilih para Utusan-Nya dengan kriteria-kriteria yang dikehendaki-Nya, meski para Utusan-Nya itu disukai atau tidak oleh umatnya.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". (Q.S. Al-Baqarah, 2: 124)
- Munculnya Nabi Isa as pada akhir zaman merupakan argumentasi akan datangnya Imam Mahdi.
“Dan sesungguhnya (turunnya) Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. "
Karena tidak adanya konsep Mahdawiyah yang tersurat dalam ayat-ayat al-Qur’an, serta banyaknya hadist-hadist bersanad lemah mengenai Imam Mahdi, maka terdapat sedikit pemeluk Islam yang mengingkarinya sebagai bagian dari akidah Islam. Namun, menurut Dr. Khalid al-Walid, terdapat 7414 hadist mengenai Imam Mahdi. Di antaranya ada hadist-hadist mutawatir. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila mayoritas pemeluk Islam meyakini akan datangnya Imam Mahdi pada akhir zaman. Hampir seluruh mazhab teologis yang ada dalam agama Islam mengimani kemunculan Imam Mahdi. Karena luasnya pembahasan mengenai Imam Mahdi dalam berbagai aliran Islam, dalam pembahasan kali ini hanya akan dibahas Mahdawiyah menurut versi Ahlusunnah wal Jama’ah, Itsna Asyariah atau Syi’ah Imamiyah, dan Wahhabi. Ketiganya merupakan representasi golongan Islam yang paling banyak memiliki pengikut pada masa kini.
A. Mahdawiyah menurut Wahabi
Aliran atau sekte Wahabi yang dimaksud dalam makalah ini adalah para pengikut dakwah Muhammad bin Abdul Wahab. Para pengikut aliran Wahabi meyakini bahwa dakwah Muhammad bin Abdul Wahab adalah dakwah tauhid yang penuh dengan barakah dan telah berhasil menegakkan daulah Islamiyah di Jazirah Arab, dengan berdirinya Dinasti Su’udiyah, khususnya Dinasti Su’udiyah III yaitu Al-Mamlakah Al-’Arabiyyah As-Su’udiyyah, atau biasa disebut Kerajaan Saudi Arabia. Wahabi merupakan julukan yang disematkan kepada pengikut Muhammad bin Abdul Wahab, tetapi para pengikutnya sendiri menamakan diri mereka sebagai pengikut manhaj salaf dan atau ahlul hadits.[4] Kadang-kadang mereka mengakui sebagai pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah atau Sunni, kendati demikian terdapat banyak karakteristik yang membedakan mereka dengan pengikut Sunni pada umumnya, antara lain penolakan mereka terhadap tawassul, tabarruk dan perayaan Maulid Nabi SAW.
Sebagian kalangan mengira bahwa para pengikut Wahabi tidak meyakini kemunculan Imam Mahdi. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, sebab sebagian besar ulama yang mengakui diri mereka sebagai pengikut manhaj salaf tidak dapat mengingkari keberadaan hadits-hadits mengenai Imam Mahdi.
Al-Albani, salah satu ulama terkemuka yang sering dijadikan panutan oleh para pengikut manhaj salaf mengatakan:
“Di antara mereka ada yang bersama-sama kami dalam menentang orang yang mengaku-ngaku Mahdi. Akan tetapi begitu cepat ia mengingkari hadits-hadits shahih yang menerangkan akan munculnya Al-Mahdi di akhir zaman. Dengan penuh ‘keberanian’, dia menganggap bahwa hadits-haditsnya palsu dan hanya khurafat, serta menganggap bodoh para ulama yang menshahihkan hadits-haditsnya. Ia anggap bahwa dengan itu ia telah memangkas ekor para pengaku Mahdi yang jahat tersebut. Padahal dia dan yang semacamnya tidak tahu bahwa dengan cara semacam ini, terkadang bisa menjerumuskan kepada pengingkaran terhadap hadits-hadits tentang turunnya ‘Isa as. juga, sementara hadits itu mutawatir. Dan, inilah yang terjadi pada sebagian orang seperti Ustadz Farid Wajdi dan Syaikh Rasyid Ridha, serta selainnya. Kita memohon keselamatan kepada Allah SWT dari fitnah para pengaku Mahdi dan para pengingkar hadits-hadits shahih dari Sayyidul Mursalin – untuk beliau seutama-utama shalawat dan sesempurna-sempurna salam–.” (Ash-Shahihah, 5/278)
Abdul Muhsin Al-‘Abbad, mantan rektor Universitas Islam Madinah dan pengajar di Masjid Nabawi, melalui bukunya ‘Aqidatu Ahlis Sunnah wal Atsar fil Mahdi Al-Muntazhar (hal 153-155), menjawab pengingkaran sejarawan Ibn Khaldun atas keshahihan hadist-hadist mengenai Imam Mahdi, sebagai berikut:
“Seandainya terjadi keraguan dalam perkara Al-Mahdi ini dari seseorang yang punya pengalaman dalam bidang hadits, tentu itu akan dianggap ketergelinciran darinya. Lalu bagaimana bila itu terjadi pada ahli sejarah yang bukan ahlinya (ilmu hadits)? Dan sungguh bagus apa yang dikatakan oleh Ahmad Syakir dalam takhrij hadits-hadits Musnad Ahmad: ‘Adapun Ibnu Khaldun, ia telah mengikuti sesuatu yang dia tidak punya ilmu padanya dan menerobos sesuatu yang ia bukan ahlinya…’.”
“Sesungguhnya yang sedikit (dari hadits) yang selamat dari kritik itu cukup untuk dijadikan hujjah dalam hal ini, dan (hadits) yang banyak yang tidak selamat dari kritik itu sebagai penguatnya. Padahal, (hadits) yang selamat dari kritik justru banyak.”
Abdul Muhsin Al-‘Abbad juga menukilkan ucapan ulama besar Shiddiq Hasan Khan dalam bukunya Al-Idza’ah:
“Tiada artinya meragukan perkara (Al-Mahdi) keturunan Fathimah yang dijanjikan dan ditunggu itu, yang telah ditunjukkan oleh dalil-dalil. Bahkan mengingkarinya merupakan ‘keberanian’ yang besar dalam menghadapi nash-nash yang banyak dan masyhur yang telah mencapai derajat mutawatir.”
Walaupun demikian, para pengikut Wahabi menyatakan terdapat tiga golongan yang telah menyimpang dalam menerima atau mengimani Mahdawiyah:
- Para Sufi, karena menurut kaum Wahabi para Sufi menggantungkan segala harapan akan munculnya Al-Mahdi, sehingga menimbulkan keyakinan bahwa daulah Islam tidak akan tegak kecuali dengan kemunculannya.
- Orang-orang yang mengingkari atau meragukan kedatangan Imam Mahdi, dan golongan ini telah dibahas sebelumnya.
- Orang-orang yang memanfaatkan berita kemunculan Al-Mahdi demi kepentingan pribadi atau kelompok. Mereka, seperti dikatakan Ibnu Taimiyyah dalam Minhajus Sunnah (8/259), tentu banyak jumlahnya. Menurut mereka, di antaranya adalah pendiri Daulah Fatimiyyah, Mirza Ghulam Ahmad (pendiri Ahmadiyah), dan kelompok Syi’ah (yang mereka juluki sebagai Syi’ah Rafidhah).
Pada dasarnya, fitur-fitur Imam Mahdi yang disebarluaskan oleh para ulama dari kalangan Wahabi dan diyakini oleh para pengikutnya tidak jauh berbeda dengan fitur-fitur Imam Mahdi yang dipercayai oleh kaum Ahlusunnah wal Jama’ah. Perbedaannya, mereka menerima keshahihan beberapa hadist dan menyatakan kedhaifan sejumlah hadist mengenai Imam Mahdi sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama mereka seperti Al-Albani. Sementara itu, ada beberapa hadist yang mereka dhaifkan, tidak didhaifkan oleh para ulama Ahlusunnah wal Jamaah.
B. Mahdawiyah menurut Ahlussunnah wal Jama’ah
Sebagian kalangan Islam menyudutkan golongan Wahabi sebagai sekte sempalan dari mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah. Mereka yang memposisikan diri sebagai pengikut manhaj salaf juga mengaku sebagai pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah. Namun, sebelum ini telah dibahas perbedaan di antara kaum Sunni dengan kaum Wahabi dalam beberapa aspek.
Kalangan Ahlussunnah memaknai terminologi Ahlussunnah sebagai orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang Rasulullah SAW berada di atasnya dan juga para sahabatnya. Oleh karena itu, Ahlussunnah yang sebenarnya (menurut mereka) adalah para sahabat Rasulullah SAW dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari kiamat. Kalangan Ahlussunnah juga dikenal sebagai kaum Sunni. Mazhab teologis mereka pada umumnya adalah aliran Asy’ariyah (dan Maturidiyah), sementara dalam persoalan fikih mereka mengakui empat mazhab fikih yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Apabila menisbahkan golongan Wahabi sebagai bagian dari kaum Sunni, maka sekitar 90 persen umat Islam sedunia adalah kaum Sunni, sedangkan sepuluh persen sisanya adalah penganut aliran Syi’ah.
Seperti yang telah dijelaskan sebelum ini, kaum Wahabi meyakini konsep Mahdawiyah sebagaimana yang dianut oleh kaum Sunni, kendati dalam menerima keshahihan dan kedhaifan suatu hadist, khususnya hadist-hadist mengenai Imam Mahdi, satu sama lain seringkali berbeda pendapat.
Mahdawiyah di kalangan Ahlusunnah sesungguhnya tidak terlalu mendapat perhatian istimewa, jika diperbandingkan dengan Mahdawiyah di kalangan Syi’ah Imamiyah. Pertama, karena tafsiran dan pemahaman yang tidak seragam di kalangan Ahlusunnah sendiri mengenai Imam Mahdi. Misalnya, ada keyakinan bahwa Imam Mahdi bukanlah satu figur saja, melainkan terdiri dari tiga figur. Selain itu, jika merujuk kepada suatu hadist mengenai 12 khalifah sepeninggal Rasulullah[5], di kalangan Sunni terjadi silang pendapat mengenai siapa-siapa saja khalifah setelah Khulafa Ar-Rasyidin yang empat orang itu (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Kedua, kemungkinan karena di kalangan Ahlusunnah meyakini bahwa Imam Mahdi belum lahir atau telah lahir, tetapi peranannya sebagai Sang Ratu Adil pada saat ini belum tampil di hadapan karena saat-saat genting yang dinyatakan dalam hadist-hadist belum tiba.
C. Mahdawiyah menurut Itsna Asyariah
Kalangan Syi’ah memaknai terminologi Syi’ah sebagai orang-orang yang meyakini bahwa Rasulullah SAW yang telah menentukan penerus risalah Islam sepeninggalnya dengan nash (pernyataan pasti) bahwa khalifah (pengganti) beliau SAW adalah Imam Ali kw. Syi’ah adalah mereka yang mengikuti Imam Ali ra. dan percaya bahwa imamah tidak keluar dari beliau dan keturunannya.
Mayoritas kaum Syi’ah adalah kaum Syiah Imamiyah atau Istna Asyariah, yaitu mereka yang meyakini kepemimpinan Illlahiyah (Imamah) sepeninggal Rasulullah berada di tangan para dua belas imam secara turun-temurun dari Imam Ali kw. Selain itu terdapat beberapa golongan kecil Syi’ah seperti Isma’iliyah dan Zaidiyah.
Kaum Syi’ah memiliki akidah Mahdawiyah yang banyak berbeda dengan kaum Sunni. Bahkan, apabila boleh dikatakan bahwa akidah Mahdawiyah tidak mendapat tempat istimewa dalam akidah keimanan kaum Sunni, maka sebaliknya Mahdawiyah merupakan salah satu akidah penting seseorang yang mengakui diri mereka sebagai seorang Syi’ah.
Berbeda dengan kaum Sunni yang menanti-nantikan kehadiran Imam Mahdi, tetapi tidak mengetahui apakah dia telah lahir saat ini atau belum, maka kaum Syi’ah Imamiyah meyakini bahwa Imam Mahdi telah lahir, akan tetapi pada masa sekarang sedang berada dalam keghaiban. Beliau adalah putra Imam Hasan al-Ashkari, imam kesebelas, keturunan Imam Husein bin Abi Thalib dari garis ayah dan keturunan Imam Petrus (St. Peter), salah satu washi Nabi Isa as (kaum hawariyyin, 12 murid Isa) dari garis ibu (Narjis atau Malika).
Jadi, sementara kaum Sunni menanti-nantikan kemunculan Imam Mahdi, kaum Syi’ah menunggu-nunggu kedatangan kembali Imam Mahdi.
Tidak hanya melalui hadist-hadist, tetapi kaum Syi’ah juga bersandarkan pada ayat-ayat al-Qur’an dalam menyatakan bahwa Imam Mahdi adalah keturunan Imam Husain as dan ghaibnya Imam Mahdi bukanlah takhayul belaka.
Barangsiapa terbunuh secara mazdlum, maka kita akan jadikan ahli warisnya sebagai pemimpin, oleh karena itu hendaknya tidaklah berlebihan dalam membunuh, sesungguhnya dia akan tertolong. (Q.S. Al-Isra’: 33)
Mereka mengikuti perkataan Imam Baqir, imam kelima mereka, yang berkata: "Maksud dari orang yang terbunuh secara mazdlum tersebut adalah Husain as, dan kamilah ahli waris dan wali dari beliau, saat Qaim a.s. (Imam Mahdi) datang dia akan menuntut darah Husain as dan sesungguhnya dia akan ditolong. Dan, dunia tidak akan berakhir selagi darah tersebut tidak ditebus dan diambil oleh seorang dari keluarga Muhammad Saw, seorang sosok yang akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana dunia telah disesaki oleh kezaliman dan ketidakadilan.”
Menurut kaum Syi’ah, keghaiban Imam Mahdi yang telah lahir pada bulan Sya’ban, 255 H telah berlangsung sebanyak dua kali (Ghaibah Sughra, keghaiban kecil dan Ghaibah Kubra, keghaiban besar). Dengan demikian, Imam Mahdi telah ghaib selama lebih dari 1200 tahun. Keghaiban Imam Mahdi ini bukanlah sesuatu hal yang mustahil bagi orang-orang Syi’ah karena di dalam ayat-ayat al-Qur’an telah diberikan contoh-contoh mengenai orang-orang yang dighaibkan oleh Allah SWT, antara lain:
Allah SWT “mengangkat” Nabi Isa as (QS. An-Nissa, 4: 157-158 dan QS. Ali Imran, 3: 55)
Allah SWT menidurkan sekelompok pemuda yg berlindung di sebuah gua selama 309 tahun (QS. Al-Kahfi, 18: 9-26)
Oleh karena itu, bagi kaum Syi’ah bukanlah hal yang mustahil bagi Allah SWT untuk mengghaibkan seseorang dari pentas bumi. Apalagi kaum Syi’ah juga mempercayai raj’ah, yaitu kembalinya hidup di pentas bumi ini sejumlah orang yang telah meninggal dunia, khususnya pada akhir zaman untuk ikut berjuang bersama-sama Imam Mahdi. Dalam hal ini, ayat-ayat al-Qur’an sendiri tidak bertentangan mengenai keyakinan raj’ah ini, antara lain”
Allah SWT menghidupkan kembali Uzair bin Jarwah (Q.S Al-Baqarah, 2: 259)
Allah SWT memberi mukjizat kepada Nabi Isa as untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal dunia (QS. Ali Imran, 3: 49)
TABEL PERBANDINGAN MAHDAWIYAH
MENURUT AHLUSUNNAH (TERMASUK WAHABI) DAN SYI’AH IMAMIYAH
AHLUSUNNAH & WAHABI | SYI’AH IMAMIYAH | |
1. | Imam Mahdi adalah keturunan Ahlul-Bait. Ia bernama Muhammad bin Abdillah sesuai dengan nama Nabi SAW dan nasabnya. “Tidak akan hilang dunia hingga Arab dikuasai oleh seorang dari Ahli Baitku, namanya mencocoki namaku dan nama bapaknya mencocoki nama bapakku. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kedzaliman dan kejahatan.”(HR. Abu Dawud) | Imam Mahdi adalah keturunan Ahlul-Bait. Ia bernama Muhammad sama dengan nama Nabi SAW. Kalangan Syi’ah menolak sanad hadist bahwa nama ayah Mahdi sama dengan nama ayahnya karena dikatakan jalur periwayatnya sarat kepentingan politik. |
2. | Imam Mahdi adalah keturunan Fatimah binti Muhammad “Al-Mahdi berasal dari keturunanku, keturunan dari Fathimah.” (HR. Abu Dawud) | Imam Mahdi adalah keturunan Fatimah binti Muhammad “Mahdi adl pria dari kami dari keturunan Fathimah,” (HR dari Na’im bin Ahmad, dari Ali bin Abi Thalib). |
3. | Imam Mahdi adalah keturunan dari Hasan bin Ali dan atau keturunan dari Hasan maupun Husein bin Ali bin Abi Thalib.[6] Pengikut Wahabi meyakini apa yang diriwayatkan oleh ‘Ali bin Abi Thalib dari jalan Abu Ishaq, ia berkata: ‘Ali bin Abi Thalib berkata –sambil melihat kepada putranya Al-Hasan–: “Sesungguhnya anakku ini sayyid (pemuka), sebagaimana yang Rasulullah SAW telah menamainya. Dan, akan lahir dari keturunannya seorang laki-laki yang akan dinamai seperti nama nabi kalian. Ia menyerupai nabi kalian dalam hal fisik, namun berbeda dalam hal sifat.’ Kemudian beliau mengisahkan bahwa ia akan memenuhi dunia dengan keadilan.” (Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud, CD Program dalam Mausu’atul Haditsisy Syarif Al-Kutubut Tis’ah) | Imam Mahdi adalah keturunan dari Imam Husein (dari garis ayah), dan keturunan dari Imam Hasan (dari garis nenek), dan keturunan Bani Israel (dari garis ibu). Dari Salman al-Farisi yang berkata, “Aku masuk ke rumah Rasulullah. Saat itu Imam Husain berada di atas paha Rasulullah. Rasulullah mencium matanya sambil berkata, “Engkau adl penghulu, anak dari seorang pemimpin, ayahnya seorang pemimpin. Engkau adl hujjah, anaknya seorang hujjah, ayahnya seorang hujjah.Keturunanmu yang ke-9 adalah al-Qaim (al-Mahdi).” (Kitab Khishal, juz 2 hal 480) “Wahai Jabir! Sesungguhnya Imam Mahdi dari putra Imam Husein as.” (Aqdud Dirar, 126, bab 4 Pasal 2) |
4. | Imam Mahdi akan mendamaikan dua golongan dalam Islam. Meskipun menyatakan hadist berikut lemah, tetapi para pengikut Wahabi menerimanya. “Anakku ini adalah sayyid (pemuka) [maksudnya Hasan bin Ali - penulis] dan semoga Allah akan mendamaikan dengannya dua kelompok dari kalangan muslimin.” (HR. Bukhari) | |
5. | Kelahiran Imam Mahdi dan kehidupannya seperti layaknya manusia yang lain. | Narjis atau Malika mengandung Imam Mahdi sebagaimana Yokhebed mengandung Nabi Musa as. |
6. | Imam Mahdi belum lahir saat ini, atau akan muncul nanti pada akhir zaman, pada masa Armageddon (peperangan akhir zaman) | Imam Mahdi as telah lahir pada tahun 255 H berdasarkan kesaksian para perempuan yang membantu proses persalinan Narjis, yaitu Hakimah bt Imam al-Jawad (bibi Hasan al-Askhari), Mariyah, dan Nusaim pembantu Hasan al-Askhari. |
7. | Imam Mahdi adalah termasuk dari 12 khalifah yang dinubuatkan oleh Rasulullah, yang mana setiap khalifah itu berasal dari keturunan Quraisy. | Imam Mahdi adalah imam ke-12 yang dinubuatkan oleh Rasulullah yang mana setiap imam itu dari berasal dari keturunannya. Oleh karena itu, Imam Mahdi adalah imam kesembilan dari Imam Husein. |
8. | Imam Mahdi akan muncul setelah tiga orang putra khalifah saling berebut tahta, bendera-bendera hitam muncul dari arah Timur. Ketika kalian melihatnya (kehadiran Imam Mahdi), maka berbai’at-lah dengannya walaupun harus merangkak-rangkak di atas salju karena sesungguhnya dia adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Abu Dawud) | Imam Mahdi adalah putra Imam Hasan al-Askhari, imam kesebelas dalam Syi’ah Imamiyah. Imam ar-Ridha berkata, “Sesungguhnya Imam setelahku adl anakku Muhammad, dan setelah anaknya, Ali, dan setelahnya adl anaknya Hasan, dan selanjutnya setelah Hasan adl anaknya al-Hujjah al-Qaim yang ditunggu-tunggu keghaibannya dan diikuti ketika munclnya..” |
9. | Imam Mahdi akan muncul setelah wafatnya seorang khalifah “Akan terjadi perselisihan setelah wafatnya seorang pemimpin, maka keluarlah seorang lelaki dari penduduk Madinah mencari perlindungan ke Mekkah, lalu datanglah kepada lelaki ini beberapa orang dari penduduk Mekkah, lalu mereka membai’at Imam Mahdi secara paksa, maka ia dibai’at di antara Rukun dengan Maqam Ibrahim (di depan Ka’bah). Kemudian diutuslah sepasukan manusia dari penduduk Syam, maka mereka dibenamkan di sebuah daerah bernama Al-Baida yang berada di antara Mekkah dan Madinah. Ketika manusia melihat hal itu maka ia didatangi oleh pemuka-pemuka negeri Syam dan Iraq untuk membaiatnya. Tak lama kemudian muncullah seorang laki-laki dari Quraisy yang didukung oleh paman-pamannya yang gigih. Akhirnya laki-laki itu mengalahkan khalifah tersebut.....Laki-laki itu membagi-bagikan harta benda serta mengamalkan sunnah nabinya dan meneguhkan Islam di muka bumi. ” (HR Abu Dawud) | Imam Mahdi akan muncul (lagi) pada hari Sabtu hari Asyura, atau pada hari Jum’at dan atau pada hari Nawruz:[7] Dari Imam Baqir, “AlQaim akan keluar pada hari Sabtu hari Asyura, hari ketika terbunuhnya Imam Husein.” Dari Imam Ja’far as-Shadiq, “AlQaim dari Ahlulbait kami akan keluar pada hari Jum’at.” Dari Imam Ja’far as-Shadiq, “Hari Nawruz adl hari kemunculan AlQaim Ahlulbait kami.” Dari Imam Ja’far as-Shadiq, “Sesungguhnya AlQaim akan diseru dengan namanya pada malam 23 dan akan bangkit pada hari Asyura, hari terbunuhnya Husain bin Ali.” |
10. | Rupa Imam Mahdi: “Al-Mahdi itu dari keturunanku, lebar dahinya dan mancung hidungnya.” (HR Abu Dawud) | |
11. | Imam Mahdi adalah Ratu Adil “Ia memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan. Ia berkuasa selama tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud) “Ia memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan. Seluruh penduduk langit dan bumi menyukainya dan dia akan membagi-bagikan kekayaan secara tepat (merata). Begitulah kondisinya waktu itu yang berlangsung selama tujuh, delapan atau sembilan tahun tahun. Kemudian tak ada kebaikan lagi dalam kehidupan sesudah itu .” (HR. Ahmad dan Tirmidzi) | |
12. | Bendera-bendera hitam dari Timur sebagai pasukan tentara Imam Mahdi. Rasulullah bersabda: “Kemudian muncullah bendera-bendera hitam dari arah Timur, lantas mereka memerangi kamu dengan suatu peperangan yang belum pernah dialami oleh kaum sebelummu.” “Akan keluar dari Khurasan bendera-bendera hiam, tidak ada sesuatu yang menghalanginya hingga ditancapkan di Illya.” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah). |
“Wahai Fatimah, sesungguhnya kita adalah Ahlulbait, dan akan diberikan kepada kita enam perangai baik yg tidak pernah dan tidak seorangpun dari awal sampai akhir selain kepada kita, Ahlul Bait, dan darinya akan terlahir al Mahdi umat, yang Isa akan shalat di belakangnya, kemudian duduk di makam Husain as.”
REFERENSI
SUMBER PUSTAKA
al-Amini, Muhammad Bagir. Sussan: Ibu Yang Melahirkan Imam Mahdi, Jakarta: Papyrus Publishing, 2009.
Sasongko, Wisnu. Armageddon: Peperangan Akhir Zaman Menurut alQur’an, Hadits, Taurat dan Injil, Jakarta: Gema Insani, 2003.
ash-Sadr, Muhammad Baqir, dkk. Imam Mahdi sebagai Simbol Perdamaian Dunia, Diterjemahkan dari Al-Mahdi Al-Muntazhar fi Fikril Islamiy, Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh Syafruddin dkk, Jakarta: Al Huda, 2004.
Shihab, M. Quraish. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran, Tangerang: Lentera Hati, 2007.
Thabasi, Najmudin. Laga Pamungkas: Duet Imam Mahdi dan Isa al-Masih Memimpin Dunia, Diterjemahkan dari Fi Rihab Hukumah al-Imam al-Mahdi as: Qira’ah syamilah fi ma’alim al-Imam al-Mahdi as wa awdha’ qabla azh-zhuhur. Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh Ali Yahya, Jakarta: Al Huda, 2010.
ARTIKEL
Abdul Hadi W.M. Apokaliptisisme dan Teokrasi Amerika. 2009.
Furnish, Timothy R. Appearance or Reappearance? Sunni Mahdism in History and its Differences from Shi’I Mahdism. International Conference on Imam Mahdi, Justice and Globalisation.
SUMBER INTERNET
http://www.salafy.or.id/
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=1188
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=1022
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=78
http://leviyamani.blogspot.com/2010/01/imam-mahdi.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Sunni_Islam
http://en.wikipedia.org/wiki/Shi’a
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil. Orang-orang yang mengingkari hadist al-Mahdi dan Jawabannya. http://www.almanhaj.or.id
Imam Mahdi AS dalam AlQur’an Karim. http://quran.al-shia.org
[2] Makna ini sebagaimana terdapat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah: “Dan sunnah para Khulafa’ rosyidin (yang mendapat petunjuk dalam beramal), mahdiyin (yang mendapat petunjuk ilmu).”[HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban]
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990 hal. 543
[4] Salah satu hadist yang menjadi sandaran bagi kebenaran aliran mereka adalah hadist berikut:
“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no.1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits tersebut): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
[5] “Agama ini akan senantiasa tegak hingga kalian dipimpin oleh 12 khalifah yang mana umat taat kepada mereka. Mereka seluruhnya berasal dari Quraisy.” (Hadist dari Jabir bin Samurah, dalam kitab an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim, Ibnu Katsir).
[6] Al-Qari` dalam bukunya Al-Mirqah (seperti yang tersebut dalam ‘Aunul Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud) berkata:
“Yang mungkin dalam hal ini adalah menggabungkan antara dua nisbah, Hasan dan Husain. Yaitu, dari sisi ayah ia anak keturunan Hasan, dari sisi ibu ia anak keturunan Husain. Hal ini sebagai bentuk pengkiasan terhadap perkara yang terjadi pada kedua anak Ibrahim ‘alaihissalam yaitu Isma’il ‘alaihissalam dan Ishaq ‘alaihissalam, di mana para nabi dari Bani Israil semuanya dari anak keturunan Ishaq ‘alaihissalam. Adapun Nabi kita Muhammad SAW dari anak keturunan Isma’il ‘alaihissalam. Kemudian beliau (SAW) menduduki suatu tempat yang mewakili segenap para nabi yang berasal dari keturunan Ishaq. Dan inilah sebaik-baik (kedudukan) sebagai pengganti. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjadi penutup para nabi.
Demikian pula, tatkala nampak atau muncul banyaknya para pemimpin dan para pembesar umat dari anak-anak keturunan Husain, maka Allah SWT gantikan kepada Hasan dengan dianugerahkan baginya seorang anak yang menjadi penutup para wali, dan menduduki tempat yang mewakili segenap orang-orang pilihan yang berasal dari keturunan Husain.”
Pendapat lain mengatakan, tatkala beliau mengundurkan diri dari kekhalifahan, Allah Ta'ala anugerahkan kepada beliau tanda kekuasaan yang menyeluruh. Maka sisi keserasiannya secara menyeluruh adalah nisbah ke-Imam Mahdi-an disetarakan dengan kenabian. Dan, keduanya sepakat untuk menjunjung tinggi kalimat millah nabawiyyah (agama seluruh para nabi).
[7] Thabasi, Najmuddin. Laga Pamungkas: Duet Imam Mahdi dan Isa al-Masih Memimpin Dunia, Diterjemahkan dari Fi Rihab Hukumah al-Imam al-Mahdi as: Qira’ah syamilah fi ma’alim al-Imam al-Mahdi as wa awdha’ qabla azh-zhuhur. Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh Ali Yahya, 2010, hal 82-83.