Imam Muhammad Baqir as: “Orang yang mencari ilmu dengan tujuan mendebat ulama (lain), mempermalukan orang-orang bodoh atau mencari perhatian manusia, maka bersiap-siaplah untuk menempati neraka. Kepemimpinan tidak berhak dimiliki kecuali oleh ahlinya”.
LAKUKAN SEKECIL APAPUN YANG KAU BISA UNTUK BELIAU AFS, WALAU HANYA MENGUMPULKAN TULISAN YANG TERSERAK!

فالشيعة هم أهل السنة

Jumat, 15 Juli 2011

Ibnu Arabi

Ibnu Arabi lahir di ujung barat Mediterania (Murcia) dan setelah perjalanan panjang, ia mengakhiri hidupnya di ujung timur Mediterania (Damaskus). Dengan demikian ia telah menghubungkan Mediterania Timur dan Mediterania Barat meskipun ia merasakan pahitnya peperangan dan fitnah yang terjadi pada masanya. Ia telah membentuk pandangan peradaban yang menghubungkan antara dua sisi Mediterania dalam sebuah cakrawala yang luas, kaya dan dalam.

A. Pendahuluan
Mediterania telah menjadi pusat peradaban dunia sejak awal sejarah hingga abad kesembilan belas. Di pantai negara sekitarnya berada peradaban Mesopotamia, negara Syam dan Mesir Kuno. Peradaban-peradaban tersebut meluas ke timur, Asia hingga India, dan ke barat hingga Samudera Atlantik.

Sejarah peradaban awal telah menyaksikan tumbuhnya peradaban Sumeria, Akkadia, Babilonia, Assyria, Mesir Kuno, Hitsiya, Mitana, Kanaan dan Punisia. Semua ini berada di wilayah timur dan tenggara Mediterania. Selanjutnya muncul Persia yang menjadi penghubung antara peradaban ujung timur dan peradaban kuno di cekungan sungai Nil dan Mesopotamia.

Di sisi utara Mediterania terdapat peradaban orang-orang Yunani dan Romawi. Sudah barang tentu banyak konflik bermunculan yang bertujuan menguasai politik, budaya dan ekonomi Mediterania, sehingga pecahlah perang antara Yunani-Punisia, Yunani-Persia, Rumania-Punisia di Mediterania Barat dan Kartago jatuh pada 146 SM.

Mediterania menjadi saksi berdiri dan runtuh serta pasang surut beberapa peradaban. Kawasan ini pernah menjadi danau Kanaan Punisia dan pernah menjadi danau Romawi lalu kembali menjadi wilayah selatan dan timur Mediterania oleh dan ketika ekspansi Arab-Islam terjadi, yaitu setelah penaklukan besar pada abad ke-7 masehi.

Seolah-olah pergantian zaman menempatkan beberapa peran kepada beberapa masyarakat dan peradaban. Pada milenium kedua dan pertama sebelum Masehi telah disaksikan hegemoni timur dan tenggara Mediterania. Selanjutnya berubah menjadi hegemoni Eropa di utara Mediterania dengan dominasi Yunani, Romawi dan Bizantium sampai penaklukan Islam. Periode terjadi sekitar satu milenium. Milenium berikutnya diisi dengan peradaban Islam hingga muncul peradaban Eropa pada masa Renaisans, ketika kolonialisme Eropa melakukan ekspansi peradaban Eropa ke seluruh dunia tidak hanya Mediterania, dan masih terus berlangsung hingga saat ini.

Topik pembicaraan kita saat ini bukanlah membicarakan masa penaklukkan Islam atau kebangkitan Eropa, namun masa dimana Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi hidup, agar kita dapat menjelajahi masa ketika ia hidup dan masa setelahnya. 

B. Periode Ibn Arabi, Hidup dan Karyanya
Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi berada di atas piramida pemikiran dalam peradaban Islam, ilmu pengetahuan, melimpahnya karyanya dan luasnya pengetahuan.

Muhammad bin Ali Ibnu Arabi lahir di kota Murcia Andalusia dari keluarga Arab yang terkenal dengan ketakwaan dan ilmu pengetahuannya. Kemudian ia ikut pindah bersama keluarganya ke Sevilla, saat ia berusia delapan tahun. Di sana ia belajar Qur'an dan hadis serta fikih kepada salah seorang murid Ibn Hazm, salah seorang Imam Madzhab aliran Dzahairiyah di Andalusia. Saat itu ia baru berusia 8 tahun. 

Ibnu Arabi tumbuh menjadi seorang pemuda kaya dalam keluarga mewah. Ia lebih tertarik memancing dan tempat-tempat seni, sama sekali tidak tampak tanda-tanda kezuhudan dan sufi dalam dirinya. Namun kemudian keberadaan dirinya berubah setelah ia menikah dengan Maryam bint Muhammad Abdun bin Abdurrahman al-Bajiy. Ia menjadi teladan baik bagi ketakwaan, kesalehan dan kezuhudan. 

Ibnu Arabi sering bermimpi tentang siksaan neraka Jahanam. Pada saat itulah ayahnya meninggal dunia. Beberapa sebab telah menguatkan dirinya untuk menempuh jalan sufi. Pada saat itu ia masih berada di Sevilla.

Pada saat itu, Andalusia masih berada di bawah kekuasaan kelompok muwahhidun (Unitarian) yang telah berhasil membuat sebuah negara yang luas dengan ibu kota Murakush. Ibnu Arabi mengalami tiga khalifah, Yusuf bin Abdul Mukmin, Ya'qub al-Manshur dan Muhammad al-Nashir.

Andalusia penuh dengan konflik politik melawan kekuatan Eropa yang datang dari utara yang mengancam keberadaan orang Arab di Andalusia. Pada saat yang sama Andalusia menjadi medan gerakan pemikiran intelektual yang mendalam dan dialog pemikiran antara beragam alur pemikiran. Para Khalifah Muwahhidun, khususnya Ya'kub al-Manshur, memberikan toleransi besar dan kelonggaran budaya. Dari lingkungan khalifah Muwahhidun telah dikenal beberapa tokoh pemikir besar, seperti Ibn Thufail, Ibn Rusyd, Ibn Zahrah dan lainnya. Ibnu Arabi sendiri ikut menyaksikan tubuh Ibn Rusyd berada di atas onta dengan setumpuk bukunya.

Dalam bidang tasawuf Ibn Arabi pernah belajar kepada beberapa tokoh pada masanya, di antaranya:
- Musa bin Umran al-Miratliy
- Ibn Abbas al-Uryaniy
- Abu Abdullah Mujahid
- Abu Abdullah Qasum
- Abul Hajjaj al-Syibrabalsiy

Saat Ibn Arabi berkenalan dengan seorang nenek bernama Fatimah bint al-Mutsanna al-Qurtubiyah ia ikut bersamanya dan menekuni latihan sufi. Baginya, nenek tersebut seperti sosok Nabi Hidlir dalam kezuhudan, ibadah dan waranya.

Ibnu Arabi meninggalkan Sevilla ketika ia mulai melakukan penjelajahan beberapa kota di Andalusia dan Maroko. Ia sempat mengunjungi Kordoba dan Bejaia. Di sana ia bertemu Hassan al-Asybiliy yang terkenal dengan Abu Madyan, seorang sufi tersohor dalam sejarah Islam. Ia juga mengunjungi Tlemcen dan Tunisia serta tinggal beberapa waktu di Fez. Lalu ia kembali ke Andalusia mengunjungi beberapa kota di sana. Kemudian ia kembali ke Maroko mengunjungi Marrakech dan ibukota Muwahhidun. Ia meneruskan mimpi-mimpi, kemudian kembali mengunjungi Bejaia untuk kedua kalinya. Mimpinya terus berkembang hingga ia bermimpi menikah dengan salah satu bintang.

Ketika berusia 32 tahun, Ibn Arabi pergi ke Timur untuk menunaikan kewajiban ibadah haji. Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi kembali ke Andalusia ataupun Maroko. 

Syaikh Ibnu Arabi tinggal di Makkah selama tiga tahun. Ia mengenal Imam Masjidil Haram yang terkenal dengan nama Abu Khasyah. Lalu ia menikahi putrinya, Nidzam, dan menuliskan sebuah buku berjudul Tarjuman al-Asywaq (Penerjemah Cinta). Buku tersebut merupakan sya'ir ringan bertema percintaan yang dibaur dengan sufistik yang indah dalam beragam bentuk rasa percintaan.

Negara Timur pada saat itu berada di bawah kekuasaan dinasti Ayyubiyah keluarga Shalahuddin/Saladin. Aturan negara tersebut diterapkan hingga Mesir dan Syam serta Hijaz. Ibnu Arabi telah melakukan perjalanan panjang mengunjungi kota-kota di Timur. Tentara Salib masih menempati bagian dari tanah-tanah Muslim di Syam dan masih berada dalam Emirat Antakya dan Tripoli. Hal inilah yang dapat menjelaskan kepada kita tentang pandangan keras Ibnu Arabi terhadap tentara Salib.

Di Mosul, Ibnu Arabi bertemu Syaikh Ibnu Arabi Sufi Ali bin Jami' dan di hadapannya ia mengenakan baju wol sufi. Di Kairo, ia mencetuskan Pantheisme (wihdatul wujud). Lalu ia ditolak oleh para ulama fikih dan mereka mempengaruhi khalayak umum. Akan tetapi, pengadilan Ayyubi pemegang kekuasaan Mesir pada saat itu memberikan toleransi kepadanya sehingga tidak memberikan hukuman.

Di Konya, raja Konya memberikan sebuah rumah bernilai 100.000 dirham untuk ditempatinya. Pada suatu hari, seorang pengemis datang mengetuk pintu. Ibnu Arabi berkata: Saya tidak memiliki apa-apa selain rumah ini. Ambillah untukmu.

Di Baghdad, sekelompok aliran sufi berkumpul bersamanya. Lalu ia kembali ke Konya dan kemudian ke Malta. Kemudian pergi ke kota Aleppo yang saat itu dipimpin oleh Ghazi Salah Al-Din. Di sana ia disambut baik, dibebaskan dan dimuliakan. Meskipun ada tekanan keras dari para tokoh fikih dan permintaan mereka untuk mengusir Ibn Arabi atau menghukumnya.

Ibnu Arabi tinggal di Aleppo hingga sampai 620 H. Setelah itu ia meninggalkan Aleppo pindah ke Damaskus hingga ia meninggal dunia dan dimakamkan di sana pada 28 Rabi'ul Awal 638 H / 16 Nopember 1240 M. 

Ibnu Arabi juga mengalami era ekspansi ambisi Eropa ke dua bagian sekitarnya, Timur dan Barat. Berawal dari gerakan Mongol yang brutal di bawah pimpinan Jenghis Khan yang mengalir ujung Timur menyebar kehancuran di dunia. Sekitar seperempat abad setelah kematian Ibnu Arabi muncul gelombang Mongol kedua dipimpin oleh Hulagu. Mongol berhasil menghancurkan Baghdad dan membumihaguskan ibukota peradaban Islam.

Sheikh Muhyiddin Ibnu Arabi meninggalkan ratusan karangan, buku dan artikel dalam bidang tafsir, hadis, teologi dan syair. Namun demikian, tasawuf lebih tampak dalam beberapa karya tulisnya karena ia lebih menonjol dalam bidang ini. Seorang peneliti, Utsman Yahya, telah menghitung jumlah karya tulisnya sejumlah 994 buah, terdiri dari buku dan artikel. 

Syaikh Ibnu Arabi mulai menulis di sejak ia berada di Sevilla. Ia terus menulis selama perjalanan panjangnya. Adalah aneh bahwa selama perjalanan dan pengembaraannya ia memiliki cukup waktu untuk menulis dengan dalam, mengensiklopedi dan komprehensif.

Di antaranya buku-buku Ibnu Arabi terkemuka adalah sebagai berikut:

1. al-Futuhat al-Makkiyah

Ini adalah karya terbesar dari sekian karya Ibnu Arabi yang ditulis lebih dari 40 tahun, sejak awal keberadaannya di Makkah hingga akhir kehidupannya di Damaskus. Buku yang ditulis dalam 4000 halaman yang memuat seluruh pendapatnya dalam karya-karya sebelumnya. Tema yang dimuat sangat luas serta mendalam. Buku ini dibagi menjadi 6 tema, yaitu ma'rifah, mu'amalah, ahwal, manazil, maghazialat dan maqamaat. Keenam tema tersebut dibagi menjadi 560 bagian dan diawali sebuah pengantar yang sangat panjang. Sebagian tulisan beberapa di bagian pengantar adalah sebagai berikut: 

"Segala puji bagi Allah yang menciptakan segala sesuatu, menciptakan dari yang tiada dan ketiadaannya. Dia menggantungkan keberadaannya pada penghadapan diri terhadap tanda-tandanya-Nya, agar kita dapat mengetahui dengan nyata rahasia kebaharuan dan awalnya berasal dari Maha Qadim-Nya dan kita terus berada padanya sesuai dengan kebenaran Maha Dahulu-Nya yang telah Ia ajarkan kepada kita. 
Shalawat semoga tercurahkan kepada rahasia dan inti alam semesta, tuntutan dan harapan alam semesta, seorang junjungan yang jujur, yang menyatu dengan Tuhannya, yang mengetuk (pintu Tuhan) dan membakar tujuh jalan agar Dzat yang telah mengisra'kannya memperlihatkan tanda-tanda dan hakikat yang dititipkan kepadanya, makhluk-makhluk yang diciptakan yang menyaksikannya ketika saya menuliskan pengantar ini, di alam hakikat, di hadapan Dzat Yang Maha Agung, membuka hati di hadapan metafisik. 

2. Fushush al-Hikam

Buku ini oleh para kritikus dianggap buku yang paling dalam dan paling menunjukkan pandangan tasawuf Ibnu Arabi di antara beberapa bukunya. Buku tersebut memaparkan secara mendalam pendapatnya tentang Pantheisme dan ringkasan pengetahuan luasnya tentang al-Qur'an, Hadis, teologi, filsafat dengan aliran Neoplatonis, Rawaqiyah, Masya'iyah, Ikhwan al-Shaffah, As'airyyah, Mu'tazilah dan para sufi sebelumnya.

3. Tafsir Ibn Arabi; Tafsir al-Qur'an al-Karim yang sangat tebal.

4. Muhadlarah al-Abrar.

5. Tarjuman al-Asywaq dan syarahnya yang terkenal dengan nama Dzakhair al-A'laq.

6. Ahadits al-Qudsiyah.

7. Kitab al-Arwah.

8. Kitab al-Tajalliyat al-Ilahiyah.

9. Kitab al-Ruh al-Qudsiyah

10. al-Hikmah al-Ilhamiyah

11. Diwan al-Syaikh al-Akbar


Pemikiran sufi Ibnu Arabi berdasarkan beberapa kaidah yang jelas. Berikut garis besarnya:
1. Menyatakan kebersatuan dengan Tuhan (pantheisme) .
2. Keraguan dan kebingungan sufi.
3. Kezuhudan Sufi.
4. Hubungan antara Dzat Yang Haq dan makhluk.
5. Dzat Tuhan.
6. Allah dan Manusia.

Menurut Ibnu Arabi tulisan-tulisannya bersumber dari cahaya Tuhan dan bahwa tidak ada yang dapat mengobati kebingungan (jiwa) kecuali dengan jalan tasawuf dengan mujahadah nafsi (penyucian jiwa). Akal filsafat hanya akan menghasilkan keraguan. Sedangkan jalan yang dapat menyampaikan kepada keimanan dan kedamaian jiwa adalah bersatu dengan Allah dan mendapatkan ma'rifah. Ma'rifah inilah yang titik bersatu antara hamba dengan Sang Pencipta.


Bagi Ibnu Arabi, ilmu terbagi menjadi tiga tingkat:

  1. Tingkat ilmu akal, yaitu ilmu yang mengkaji tentang dalil, kebenaran dan kesalahan pendapat.
  2. Tingkat ilmu ahwal (keadaan), yang dapat dihasilkan dengan rasa (dzauq) dan eskperimen.
  3. Tingkat ilmu rahasia, yaitu ilmu yang berada di luar akal. Inilah ilmu yang paling utama, karena ilmu ini mencakup seluruh pengetahuan. Ilmu ini khusus untuk para Nabi dan wali.
C. Pengaruh Ibnu Arabi atas Pemikiran Dunia

Para peneliti tidak berbeda pendapat tentang kepribadian para pemikir. Namun tidak pada Ibnu Arabi, sebagian dari mereka mendukungnya sedangkan sebagian yang menentang. Mereka yang mendukung, begitu bersemangat, sebaliknya mereka yang menentang, menganggapnya telah masuk pada kekafiran dan zindiq.

Dalam sejarah Islam, di antara mereka yang mendukung pemikiran Ibnu Arabi adalah al-Makhzumiy, Rairuzabadiy, Shalah Shafdiy, Ibnul Adim, Zamlakaniy, Quthub al-Hamawiy, Umar al-Sahrawardiy, al-Nawawi, al-Suyuthi, al-Kasyaniy, al-Muqriy, Jalaluddin al-Rumiy, al-Sirazayan Sa'diy dan Hafidz. Sedangkan di antara mereka yang jelas-jelas menentangnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibn Iyas, al-Baqa'iy, Jamaluddin bin al-Khayyath, Ali al-Farisiy dan lainnya.

Ibnu Arabi dianggap sebagai contoh dunia pemikiran humanis yang telah mewariskan beberapa tulisannya yang jauh menembus beberapa generasi dan benua. Pemikirannya menjadi cermin bagi manusia dalam kemuliaan, toleransi dan kebesarannya. Dalam bukunya, Tarjuman al-Asywaq ia menuliskan:

Dia (pr) berkata: Aku kagum dengan keindahannya.
Saya menjawab: Janganlah engkau kagum dengan apa yang engkau lihat. Karena terkadang ia menipu di balik bunga dan taman. Lihatlah dirimu di depan cermin manusia. Karena manusia memiliki bagian dari alam yang indah ini, dengan bunga-bunga dan kebun-kebunnya. (Tarjuman al-Asywaq: 117).
Bahkan Ibnu Arabi selangkah lebih maju dalam pemikiran humanistik yang ia ungkapkan dalam perkataannya yang terkenal berikut:

Ketahuilah wahai burung-burung Arakah dan Ban
Sungguh hatiku telah menerima segala bentuk penggambaran
Dan menjadi rumah berhala dan Ka'bah Tha'if.
Aku beragama dengan agama cinta... Sungguh aku menghadap (kepadanya).
Kalian semua menemani dan sungguh kalian tidak akan lemah karena dukacita yang menimpaku
Menjadi padang gembala kijang dan rumah para pendeta
Lembaran-lembaran Taurat dan mushaf al-Qur'an 
Para penunggannya... Cinta adalah agama dan keimananku.
Apakah ada pemikiran yang dalam dan luas melebihi pernyataan Ibnu Arabi yang memuat pengetahuan pada masanya, aliran dan berbagai pendapatnya, sehingga ia mengatakan bahwa hatinya telah menerima segalanya. Bahkan ia menguatkan pernyataannya dengan pernyataan berikut:

Aku tidak perduli cinta bersinar pada diriku
Ketika aku mengatakan: Ingatlah, mereka berkata: Sedangkan
Gelora jiwaku bak gelora jiwa terhadap seorang pemuda
Ketika ia ada atau ia menghilang
Ketika aku mengatakan: Apakah, mereka berkata: Ogah
Ketika burung menyanyikan kesunyian.

Jika kita mencoba mengamati dengan jeli pengaruh yang ditinggalkan oleh Ibnu Arabi terhadap pemikiran Islam, goresan ini tidaklah cukup. Sehingga, cukuplah kiranya saya sebutkan beberapa pernyataan para ilmuan di antaranya, yaitu:
1. Seorang orientalis Spanyol, Juan Rivera, menyatakan bahwa Muhyiddin Ibnu Arabi telah memberikan pengaruh eksplisit dalam filsafat Raimundo Lulio. Mereka yang membuka beberapa tulisan Raimundo Lulio akan mendapati bahwa ia mengikuti pemikiran Ibnu Arabi (Zakhair al-A'laq, hal. 175, Pentahqiq al-Syanqiriy 1995)
2. Miguel Asin Palacios, juga seorang orientalis Spanyol, menyatakan bahwa Ibnu Arabi telah meninggalkan pengaruh besar dalam buku-buku Dante, seperti The Divine Comedy dan diikuti oleh banyak orang. Ia telah membuat sebuah daftar rinci terhadap pengaruh Ibnu Arabi terutama buku al-Futuhat al-Makkiyah dan buku Rihlah ila Mamlakatillah. 
3. Seorang orientalis Jepang, Toshihiko Izutsu, menyatakan bahwa Taoisme dan perkembangannya telah dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Arabi dalam beberapa bidang, filsafat, tasawuf, kognitif, monotheis, hak mutlak dan kehendak. (Dzakhair al-A'laq, h. 18). 
4. Spinoza juga terpengaruh dengan konsep Panteisme Ibnu Arabi. Ia juga terpengaruh dalam konsiliasi antara kebenaran filosofis dan kebenaran kognitif Ibn Rusyd. Dr. Ibrahim Madkur telah menjelaskan secara rinci dan mendalam hubungan antara Ibn Arabi dan Spinoza. (Wihdat al-Wujud bain Ibn Araby wa Spinoza, Kairo: 1972) 
5. Gottfried Leibniz juga terpengaruh oleh pemikiran Ibnu Arabi. Hal ini sudah dapat terlihat dengan membandingkan secara sederhana antara keduanya. (Mahmud Qasim, Kairo, 1972) 

Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi dengan masa hidupnya, perjalanan dan karya-karyanya telah menjadi kerangka peradaban yang luas bagi di Mediterania.

Ia lahir di Murcia, di ujung barat Mediterania. Keluarganya merupakan keturunan Arab asli dengan jalur nasab sampai pada Tahhyi'. Di akhir hidupnya, Ibnu Arabi berada di ujung timur Mediterania, tepatnya Damaskus, setelah ia melakukan perjalanan panjang mencari ilmu dan telah mengunjungi berbagai kota penting pada masanya. Seakan-akan, kehidupan dan perjalanan telah menyatukan antara timur dan barat Mediterania, meski harus melewati peperangan dan perdebatan yang mendalam serta kebencian yang menggunung sepanjang sejarah. 

Ibnu Arabi berangkat dari pandangan umum dan komprehensif tentang manusia. Sebuah pandangan yang menghormati manusia tanpa memandang ras, warna, dan aliran. Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi. Dan ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat: Sesungguhnya aku telah menjadi khalifah di muka bumi. (Q.S. al-Baqarah: 30). 

Khilafah adalah derajat sempurna yang hanya dapat dimiliki oleh wujud manusia. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Arabi dalam al-Futuhat al-Makkiyah karyanya. Dengan demikian, Ibnu Arabi menolak pendapat bahwa manusia adalah hewan yang berakal. Ia mengatakan: Ungkapan ini tepat diberikan untuk benda mati, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sedangkan manusia adalah sosok khusus. Kekhususan manusia adalah bahwa manusia merupakan sosok hidup dan berakal yang memiliki keutamaan di atas segala makhluk. (al-Futuhat al-Makkiyah, 2/642). Manusia adalah sosok yang Tuhannya telah bersabda kepadanya: Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. (Q.S. al-Infithar: 6-7). 

Bagi Ibnu Arabi dalam diri manusia terdapat alam. Sedangkan alam semesta adalah manusia yang besar. Sedangkan manusia adalah alam yang terbatas (al-Futuhat, 2/124). 

Berawal dari hal tersebut, konsep cinta manusia terhadap manusia bagi Ibnu Arabi merupakan perwujudan pandangannya bahwa manusia adalah makhluk yang lahir dari percampuran antara ruh kulliy dan karakter kulliy. Ruh adalah ayahnya, sedangkan karakter adalah ibunya (al-Futuhat, 2/354). Bagi Ibnu Arabi manusia akan mencapai cakrawala manusia dengan ketinggian pikiran dan pencerahannya dalam konsep Panthaisme. Inilah yang menjadi lautan wujud yang luar biasa yang tidak memiliki muara. Pada hakikatnya berasal dari Dzat Maha Haq, namun sifat dan namanya berupa makhluk. Dengan demikian, ia adalah al-Haq dan makhluk. Yang awal dan yang akhir, yang dahulu dan yang baharu. 

Meskipun ungkapan tersebut sudah ada dalam terminologi tasawuf sebelum Ibnu Arabi akan tetapi Ibnu Arabilah yang meletakkan dasar-dasar konsep ini serta memperkuatnya, terutama dalam bukunya Fushush al-Hikam. 

Dzat Yang Haq telah menciptakan dengan bentuk ini, maka ambillah pelajaran.
Kumpulkanlah dan satukanlah, karena mata/sumber hanya satu,
Dengan bentuk ini, dia bukanlah makhluk, maka ingatlah!
Dia banyak, tidak tersisa dan tidak hancur.

Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi, Ibnu Murcia, Ibnu Andalusia, dimakamkan di Damaskus adalah sebuah perwujudan pandangan peradaban yang menggabungkan antara dua sisi Mediterania dalam cakrawala penuh toleransi yang dalam. Cakrawala yang harus didasarkan pada saling pengertian dan saling menghormati agar pernyataan Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi akan kemuliaan manusia dapat terwujud. (FIPMI)


Referensi Utama:
  1. Ibnu Arabi, Dzakhair al-A'laq Syarh Tarjuman al-Asywaq, Kairo, 1995. 
  2. Ibnu Arabi, al-Diwan al-Kabir, review dan pengantar oleh Muhammad Qujjah, Dari al-Syarq al-Arabiy, Beriut: 1999.
  3. Ibnu Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah, Tahqiq Utsman Yahya, Kairo, 1972.
  4. Ibnu Arabi, Fushush al-Hikam, Tahqiq Abu al-'Ala 'Afifiy, Beirut: 1966. 
  5. Ibnu Arabi, Muhadlarah al-Abrar, Beirut:
  6. Palencia, Tarikh al-Fikr al-Andalus, Kairo 1955.
  7. Habib al-Hassani, Auzan al-Muwasysyahat al-Arabiyah, Beirut: 1991. 
  8. Syauqi Dla'if, Ashr al-Duwal wa al-Imaraat (al-Andalus), Kairo: 1989. 
  9. Muhammad Zakariya 'Ananiy, al-Muwasysyahat al-Andalusiyah, Kuwait: 1980. 
  10. Ahmad Rajaziy, Auzan al-Alhan Bilughah al-Arudl, Damaskus: 1999.
  11. Zaki Mubarak, al-Tasawuf al-Islamiy, Kairo, 1938.
  12. Muhammad al-Adluniy al-Idrisiy, Madrasah Ibn 'ARabiy al-Shufiyah, Casablanca, 1998. 
  13. Abdul Hafidz Faraghliy, Muhyiddin bin 'Araiby, Kairo, 1968.
  14. Utsman Yahya, Mu'allafat Ibn Arabiy
  15. al-Muqiry, Nafh al-Thayyib, tahqiq Ihsan Abbas, Beirut.
  16. Ibn al-Ammad al-Hanbaliy, Syadzarat al-Dzahab
  17. Palacios, Ibnu Arabi, hidup dan Madzhabnya, Kairo, 1965.
Oleh: Muhammad Qujjah, seorang peneliti Syiria, ketua Antiquities Association di Aleppo.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...