Henry Corbin, filsuf besar kontemporer Prancis mengatakan,
"Sadruddin Mohammad Shirazi yang dikenal dengan nama Mulla Sadra adalah orang yang berhasil menapak di puncak filsafat Iran dan Islam. Karya pemikirannya masih mempengaruhi pemikian filsafat Iran hingga hari ini. Dia meninggalkan lebih dari 45 karya besar penulisan. Karyanya yang paling besar adalah kitab al-Asfar al-Arba'ah yang setelah ditulis buku itu menjadi pijakan bagi pemikiran para cendekiawan Iran. Dalam karyanya yang memberikan penjelasan atas kitan Ushul Kafi, Mulla Sadra tampil layaknya juru bicara pemikiran iluminasi yang melahirkan sebuah filsafat nabawi. Beliau juga menulis tafsir beberapa surah al-Quran. Dengan karya-karya besarnya, Mulla Sadra menunjukkan bagaimana filsafat di dunia Islam Syiah berkembang dengan pesat di saat negeri-negeri Islam lainnya mengalami stagnansi."
Mulla Sadra adalah seorang pemikir yang jeli dan teliti. Ilmunya yang dalam nampak pada kepribadiannya yang penyabar dan kesalehannya. Ia adalah figur ulama yang bertaqwa yang hanya melangkah demi keridhaan Allah. Kehidupannya dipenuhi dengan zuhud, qanaah dan ibadah. Filsuf besar ini melaksanakan ibadah haji sebanyak tujuh kali dengan berjalan kaki. Dalam perjalanan pulang dari hajinya yang terakhir tahun 1050 Hijriyah, Mulla Sadra menutup mata untuk selamanya di sekitar kota Basra Irak.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa setiap tahun antara bulan Mei dan Juni di Iran digelar seminar tentang Mullah Sadra. Seminar Mulla Sadra tahun 2008 mengambil tema Hikmah Mutaaliyah dan Pengelolaan Keluarga. Sejumlah pemikir dan filsuf yang hadir dalam seminar ini membawakan makalah mereka tentang pemikiran Mulla Sadra. Ayatollah Sayid Mohammad Khamenei, Ketua Lembaga Hikmah Islam Sadra dalam sambutannya pada seminar ini mengatakan,
"Para filsuf Muslim tidak pernah mengucilkan diri mereka dari masyarakat. Tak hanya itu, mereka bahkan memasukkan filsafat ke tengah masyarakat dan memanfaatkannya untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial. Di puncak pemikir adalah para nabi yang memikirkan kebaikan masyarakat umum."
Ayatollah Mohammad Khamenei mengenai pengaturan keluarga mengatakan,
"Keluarga memiliki tanggung jawab untuk membantu mencapai kemuliaan insani. Menurut logika pertama kali seseorang harus membangun dirinya sendiri lalu membentuk keluarga dan kemudian masuk ke lingkungan sosial. Dalam hal ini, keluarga lebih diprioritaskan dibanding individu. Sebab, keluarga adalah landasan bagi terbentuknya tatanan sosial dan individu. Pendidikan akhlak setiap individu juga dimulai dari keluarga."
Pemikir Muslim ini menambahkan,
"Keluarga juga memiliki pengaruh dalam politik. Tentunya yang dimaksudkan politik ini, bukan makna yang dikenal saat ini tetapi dalam arti mengatur sebuah masyarakat seperti yang biasa disebutkan dalam filsafat. Keluarga bukan hanya institusi pembentuk insan yang sehat tetapi juga pembimbing baginya dengan menunjukkan jalan kesuksesan di tengah masyarakat." Ayatollah Sayid Mohammad Khamenei lebih lanjut menyebut peran keluarga dalam membantu perkembangan dan penyempurnaan sisi kemanusiaan.
Pembicara lain dalam seminar Mulla Sadra adalah Dr. Gholam Reza Aavani, Ketua Yayasan Riset Hikmah dan Filsafat Iran. Aavani mengatakan,
"Pengaturan adalah bagian dari hikmah kebijaksanaan dan ilmu yang di zaman dahulu mendapat perhatian besar di banyak negeri seperti Cina, India dan Iran kuno. Secara prinsipnya, akhlak yang semestinya tanpa keluarga atau keluarga tanpa akhlak tidak bisa dibenarkan. Dalam agama Konfosius ada lima hubungan penting yang diperlukan untuk meluruskan masyarakat. Kelima hubungan adalah, hubungan penguasa dengan rakyat, hubungan ayah dengan anaknya, hubungan saudara dengan saudaranya, hubungan suami dengan istri, dan hubungan teman dengan temannya. Di Iran kuno kelima hubungan ini mendapat perhatian yang besar."
"Mulla Sadra adalah ulama besar yang membaca pemikiran dan kata-kata Ahlul Bait Nabi Saw dengan hikmah. Melalui agama, al-Quran dan Ahlul Bait, beliau membahas filsafat dan hikmah. Dalam hikmah Mulla Sadra menekankan soal ilmu dan pengamalan. Dari sana seseorang dapat mencapai kemampuan dalam mengatur keluarga. Keluarga adalah institusi yang membangun. Menurut pandangan Mulla Sadra, kita dapat mempengaruhi perkembangan kejiwaan dan spiritual anak bahkan sejak ia belum lahir ke dunia. Akhlak serta perilaku ayah dan ibu, menyantap makanan yang haram atau sebaliknya memperhatikan kesucian makanan, jauh sebelum kelahiran anak, berdampak pada kejiwaan dan pembentukan kepribadiannya."
Ketua Dewan Keilmuan Universitas Shahid Beheshti Tehran Dr Mostafa Mohaqqeq Damad yang juga menjadi pembicara dalam seminar ini mengatakan,
"Masalah pengaturan rumah tangga dipandang penting oleh para filsuf sejak dahulu. Dewasa ini dalam sistem yang kini ada keluarga adalah bagian dari hak sipil. Meski demikian, keluarga adalah sebuah institusi yang tidak dirambah oleh hukum, yang ada di sana adalah cinta dan kasih sayang yang jauh lebih kuat dari aturan hukum."
Mohaqqeq Damad menambahkan,
"Materi yang disampaikan oleh Mulla Sadra tentang pengaturan keluarga tidak detail, tetapi beliau menekankan soal prinsip kemuliaan insani. Mulla Sadra dengan tegas mengatakan kemuliaan insani adalah hal yang membuat manusia layak menyandang gelar khalifah Allah di muka bumi. Kemuliaan ini ada pada kekuatan keilmuan dan hikmah. Jika kekuatan ini tidak dimiliki manusia maka ia tidak lagi memiliki kelebihan. Mulla Sadra lantas mengulas pertanyaan tentang mengapa sebagian orang tidak memiliki kemuliaan ini? Beliau memaparkan beberapa hal diantaranya bahwa secara fisikal dan perilaku maupun tabiat, antara satu orang dengan orang lain ada perbedaan yang sering kali diwarisi dari orang tuanya. Faktor lain perbedaan adalah benih yang membentuk orang tersebut. Kesucian dan kekotoran darah ayah dan ibu akan berpindah kepada anaknya. Ada pula faktor lain yaitu perbedaan gaya hidup maupun kebiasaan baik dan buruk yang sangat berpengaruh pada pembentukan karakter seseorang. Ini semua kembali kepada keluarga. Karena itu, keluarga memiliki peran yang besar dalam melahirkan kemuliaan insani."Sumber IRIB