Syeikh Ahmad bin Dahlan al-Makki al-Syafi’i menceritakan bahwasanya
Muhammad bin Abdul Wahhab sejak dini telah diprediksikan sesat oleh
ayah, saudara dan guru-gurunya. Jauh sebelum Muhammad bin Abdul Wahhab
meraih popularitasnya di Saudi dan dunia, para ulama sekitar telah
memberikan warning kepada umat agar berhati-hati darinya, dan ternyata
betul apa yang mereka prediksikan. Muhammad bin Abdul Wahhab menentang
guru-gurunya, lalu mengkafirkan seluruh ulama yang menghalangi
penyesatannya.
Pada tahun 1143 H. mulailah Muhammad bin Abdul Wahhab menyebarkan
pemikiran barunya, namun ayah dan guru-gurunya segera menghadang dan
menegurnya. Sayangnya, pendirian Muhammab bin Abdul Wahhab terlanjur
membatu sampai ayahnya meninggal dunia pada tahun 1153 H. Selanjutnya
Muhammad bin Abdul Wahhab memperbaharui metode dakwahnya sehingga mulai
diikuti banyak orang awam. Namun mayoritas penduduk kota risih dan
hendak membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri ke kota Uyainah,
disana ia menghadap amir Uyainah lalu menikahi saudara perempuan sang
amir dan kemudian tinggal di Uyainah sambil berdakwah (menyeru) kepada
dirinya dan bid’ah yang dibawanya. Tak lama kemudian, penduduk Uyainah
pun muak dengannya lalu mengusirnya dari perut kota.
Si Muhammad belum menyerah juga, ia hijrah lagi ke Dir’iyah (sebelah
timur kota Najd) dimana kawasan Dir’iyah dan sekitarnya dulu merupakan
pusat dakwah Musailamah al-Kadzab yang melahirkan golongan-golongan
murtad. Di tengah-tengah kawasan itu jualah Muhammad bin Abdul Wahhab
menyebarkan virus-virusnya dan diikuti pula oleh amir setempat serta
mayoritas rakyatnya. Saat itu Muhammad bin Abdul Wahhab bertindak seolah
ia satu-satunya mujtahid mutlak. Ia tidak bersandar sedikitpun pada
ajaran-ajaran para pendahulu, baik imam-imam mujtahid, ulama-ulama salaf
maupun ilmuan-ilmuan kontemporer. Disamping itu juga ia tidak memiliki
hubungan apapun dengan para mujtahid yang ada.
Demikian apa yang pernah terungkap oleh saudaranya, Syeikh Sulaiman bin
Abdul Wahhab, seseorang yang paling mengenali identitas Muhammad bin
Abdul Wahhab. Beliau pernah mengungkapkan bahwa “Umat zaman ini sedang
diuji coba dengan seseorang yang mengaku sejalan dengan Qur’an dan
Sunnah dan beristinbath darinya tanpa memperdulikan siapapun yang
berbeda dengannya. Yang tidak sefaham dengannya dianggap kafir, padahal
ia tidak memiliki satupun kriteria mujtahid, demi Allah sepersepuluh
satupun tidak punya. Namun pemikiran sesatnya itu sudah merajalela, Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un“.
Muhammad bin Abdul Wahhab mempunyai ajaran sesat bahwa ziarah maqam dan
tawassul merupakan perbuatan syirik. Begitu juga dengan upacara maulid
maupun dzikir-dzikir ala tarekat sufi. Konsentrasinya adalah hal-hal
prinsip dalam akidah umat Islam. Jeleknya, ia justru mengaku sebagai
reformis yang menegakkan purifasi tauhid sehingga memperoleh jumlah
pengikut yang cukup besar. Salah seorang pendukungnya adalah Muhammad
bin Su’ud yang konon berasal dari kaum Musailamah al-Kadzab. Hal itu
membuat para ulama setempat semakin serius melakukan berbagai
penyanggahan, termasuk saudara kandungnya sendiri, Syeikh Sulaiman bin
Abdul Wahhab melalui dua karya tulis berjudul “al-Shawa’iq al-Ilahiyah fi al-Raddi ala al-Wahhabiyah” dan “Fashl al-Khithab fi al-Raddi ala Muhammad bin Abdil Wahhab“.
Tak terkecuali Syeikh Muhammad al-Kurdi, guru terbesar Muhammad bin
Abdul Wahhab yang secara tegas mengatakan: “Wahai Muhammad bin Abdul
Wahhab, demi Allah aku menasehatimu, hentikanlah ulahmu terhadap umat
Islam. Apabila kau menemukan seseorang meyakini suatu pengaruh dari
selain Allah, maka luruskanlah keyakinannya secara baik-baik dan
sebutkan dalil-dalilnya bahwa Allah lah yang mempengaruhi. Apabila ia
masih dalam kesesatan, maka kekufurannya dari dan untuk dirinya.
Janganlah kamu seenaknya mengkafirkan mayoritas umat yang hidup di
dunia, karena itu akan mengantarmu ke neraka”.
Setelah merincikan sisi-sisi historis, Syeikh Ahmad bin Dahlan al-Makki
selanjutnya menyimpulkan bahwa fitnah golongan wahabi yang digagas
Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan suatu musibah dan malapetaka
terbesar yang pernah menimpa umat Islam sepanjang sejarah. Bagi beliau,
virus-virus wahabi sebetulnya telah diisyaratkan dalam banyak riwayat
hadits sebagai peringatan untuk berhati-hati agar tidak mudah ditipu dan
dipermainkan.
Ironinya, golongan wahabi belakangan ini sengaja merubah namanya menjadi
golongan salaf atau golongan sunni. Dua nama ini sama sekali tidak
pantas bagi mereka yang sudah jelas-jelas sesat di mata jumhur. Terlebih
nama “salaf shalih” yang berarti “pendahulu yang saleh”. Muhammad bin
Abdul Wahhab bukanlah orang saleh dan bukan pula pengikut para ulama
terdahulu. Syeikh Muhammad Sa’id Ramadlan al-Buthi, ulama Syiria,
menegaskan dalam kitabnya “al-Salafiyah” bahwa kata salaf hanya
teruntukkan bagi mereka para pendahulu yang hidup di masa yang
berbarokah, bukan untuk menjadi sebuah nama bagi golongan khawarij
modern yang sesat.
Begitu juga dengan nama “sunni”, penamaan tak senonoh ini mengklaim
bahwa mayoritas umat Islam di atas permukaan bumi tidak tergolong
Ahlussunnah wal Jamaah, semisal kelompok asy’ari, maturidi maupun sufi,
karena tidak sejalan dengan wahabi. Penamaan salafi dan sunni sebetulnya
hanyalah upaya menutupi diri untuk memperbanyak massa. Itulah jeleknya
wahabi.
Mungkin pembaca keberatan bila sosok populer seperti Muhammad bin Abdul
Wahhab (yang buku-bukunya terjual laris manis di mana-mana) ditentang
secara berlebihan. Rasa keberatan itu merupakan bukti terkuat bahwa
pembaca sama sekali belum mengenal siapa Muhammad bin Abdul Wahhab.
Pro-kontra damai antar ulama merupakan sebuah keniscayaan yang perlu
kita hargai, akan tetapi Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pengecualian
terpenting, karena ia bukan ulama, ia hanyalah manusia goblok yang
terlanjur di-ulama-kan oleh orang-orang goblok. Syeikh Muhammad Mutawali
al-Sya’rowi adalah salah seorang ulama masyhur kontemporer yang secara
tegas menjuluki “goblok” kepada orang-orang wahabi.
Sungguh banyak karya para ulama seputar kesesatan Muhammad bin Abdul Wahhab dan ajaran-ajarannya. Antara lain kitab “al-Wahhabiyyun wal Buyut al-Marfu’ah” karya Syeikh Muhammad Ali al-Kardistani, “al-Wahhabiyah wa al-Tauhid” karya Syeikh Ali al-Kaurani, “al-Wahhabiyah fi Shuratiha al-Haqiqiyah” karya Syeikh Sha’ib Abdul Hamid, “al-Durar al-Saniyah fi al-Raddi ala al-Wahhabiyah” karya Syeikh Ahmad bin Zaini Dahlan, “Kasyf al-Irtiyab fi Atba’ Muhammad bin Abdil Wahhab” karya Syeikh Muhsin al-Amin, “Hadzihi Hiya al-Wahhabiyah” karya Syeikh Muhammad Jawwad, dan masih banyak lagi kitab-kitab terpercaya lainnya.
Mufti Mesir,
Syeikh Ali Jum’ah al-Syafi’i dalam sebuah fatwanya menegaskan, kelompok
wahabi gemar menipu umat dan menyembunyikan kebenaran demi kepentingan
politik. Kelompok wahabi sangat anti kepada hadits-hadits dha’if namun
di waktu yang sama mereka mendha’ifkan bahkan memaudhu’kan semua hadits
yang tak sehaluan dengan pemikiran-pemikiran mereka. Syeikh Ali Jum’ah
amat menyayangkan kelompok wahabi yang mengharamkan dzikir berjamaah,
dzikir berdiri, dzikir isim mufrad, memuji Rasul, shalat di masjid yang
ada maqamnya, bersumpah demi Rasul, menggunakan tasbeh, dan masih banyak
lagi korban pengharaman orang-orang bodoh seperti mereka. Mungkin yang
halal bagi mereka hanyalah darah orang-orang yang tak sependapat dengan
mereka..!!
Senada
dengan Habib Ali al-Jufri, ulama negeri Yaman yang sangat mengenal
kelompok wahabi. Beliau mengatakan, wahabi jelas-jelas membenci
Rasulullah Saw. dan mengkafirkan kedua orangtua Rasul serta paman
beliau, Saidina Abu Thalib, seolah-olah mereka telah duduk santai di
surga lalu menengok siapa saja penghuni neraka. Menurut Habib Ali
al-Jufri, misi wahabi tiada lain menjauhkan hati umat dari cinta Rasul
Saw. sebab musuh-musuh Islam tak mampu melakukannya secara
terang-terangan. Pembaca dapat membuktikan dengan mudah kebencian wahabi
terhadap Rasulullah Saw. dan agama Islam. Selain mengkafirkan orangtua
Rasul, mereka juga merendahkan martabat Ahlul Bait, menyalahkan sahabat,
mengharamkan tabarruk, maulid, tawassul, pujian kepada Rasul, lalu
memusnahkan jejak-jejak Rasul, membatasi dan menghalangi ziarah maqam
Rasul, mendha’ifkan atau memaudhu’kan banyak hadits shahih, dan
seterusnya.
Penulis bukan yang pertama kali berbicara tentang kedoknya Muhammad bin
Abdul Wahhab. Jutaan tokoh terpercaya dari seluruh penjuru dunia, baik
terdahulu maupun masa kini, sudah banyak mengupas problema ini sampai
tuntas dan dari segala sisi yang terkait. Kita kemana saja selama ini?!
dan kenapa masih saja buta?! Jangan sok fair deh!. Ribuan ulama
Ahlussunnah wal Jamaah yang jauh lebih pintar dari anda sudah
tegas-tegas melawan dan menentang Muhammad bin Abdul Wahhab. Anda
sendiri siapa?!
Dalam
sebuah diskusi di Paramadina, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyebut
kelompok wahabi sebagai kelompok yang memiliki rasa rendah diri yang
sangat tinggi. Kelompok ini kemudian menutupi rasa rendah dirinya dalam
bentuk mental mudah tersinggung, gampang mengkafirkan orang dan
aksi-aksi kekerasan. Mereka menganggap diri dan kelompoknya lah yang
memiliki otoritas kebenaran sejati. Kelompok-kelompok lain adalah kafir,
penghuni neraka dan kalau perlu harus dimusuhi bahkan dibasmi.
Belakangan, ciri-ciri rasa rendah diri seperti dikemukakan Gus Dur itu
mudah ditemui dalam praktik fatwa sesat, pengusiran, teror dan
pembakaran rumah-rumah kelompok keagamaan di Indonesia yang mereka
anggap sesat. Tentu saja mereka tidak mewakili umat Islam secara
keseluruhan. Meski terus sesumbar mewakili aspirasi kelompok mayoritas
umat, kenyataannya mereka segelintir saja.
Ideologi yang dikembangkan kelompok yang gemar mengkafirkan dan
mengeluarkan fatwa sesat ini sekarang dianut Kerajaan Arab Saudi, bahkan
kebanyakan pengamat mengatakan bahwa hampir semua gerakan Islam garis
keras dewasa ini merupakan bagian dari atau setidaknya dipengaruhi oleh
kelompok Wahabi. Ideologi inilah yang dianut secara resmi oleh Taliban
di Afganistan dan jaringan al-Qaidah yang beberapa tahun ini aktif
melakukan kegiatan teror di pelbagai belahan dunia.
Gus Dur menyebut kelompok Wahabi memiliki rasa rendah diri yang sangat
besar karena ideologi ini berasal dari satu wilayah pinggiran di jazirah
Arab, yaitu Najd. Kota Najd adalah satu wilayah yang dalam sejarah
Islam tidak pernah memunculkan intelektual atau pemimpin Islam yang
diakui. Wilayah ini malah terkenal sebagai wilayah yang kerap melahirkan
para perampok suku Badui. Nabi sendiri mengakuinya dalam salah satu
hadits. Orang-orang Najd juga adalah kelompok orang yang paling akhir
masuk Islam. Bahkan Najd melahirkan tokoh oposan terhadap Nabi Muhammad
yang amat terkenal: Musailamah al-Kadzab (Musailamah Sang Pembohong).
Musailamah mendeklarasikan diri sebagai nabi pesaing untuk menandingi
popularitas kenabian Saidina Muhammad Saw. saat itu.
Selain Wahabi, ideologi garis keras pada masa-masa awal Islam, Khawarij,
juga didirikan orang-orang Najd. Banyak pengamat menyimpulkan bahwa
Wahabisme sebenarnya hanyalah bentuk baru dari ideologi Khawarij.
Orang-orang Khawarij lah yang mempopulerkan konsep pengkafiran dan
bahkan pembunuhan terhadap mereka yang tidak setuju dengan pendapatnya.
Kelompok inilah yang kemudian membantai sahabat sekaligus menantu Nabi
Muhammad, Saidina Ali bin Abi Thalib, dan melancarkan aksi yang sama
terhadap Gubernur Damaskus saat itu, Saidina Amr Bin Ash.
Kaum Wahabi menjadi kekuatan yang destruktif ketika mereka melakukan
aliansi mengejutkan dengan sekelompok bandit pimpinan Muhammad bin Su’ud
dari wilayah Dir’iyah. Sejak saat itulah kaum Wahabi terus melancarkan
intimidasi dan teror dalam bentuk pengkafiran dan pembantaian terhadap
orang-orang yang mereka anggap kafir. Arab Saudi lalu mereka kontrol
sampai saat ini sehingga menjadi negara yang paling tertutup dan paling
tidak bebas di seluruh dunia.
Wahabi kemudian juga dikenal sebagai gerakan anti ilmu pengetahuan dan
menjadi salah satu sumber keterbelakangan umat Islam. Mereka menolak
apapun yang baru, seperti teknologi dan jaringan informasi, karena itu
dianggap bid’ah. Dengan tegas mereka menolak demokrasi. Mereka mengurung
perempuan di dalam rumah. Mereka mengharamkan nyanyian. Mereka membenci
kesenian. Memanjangkan jenggot bagi laki-laki dewasa adalah kewajiban.
Buku-buku tasawuf dan filsafat yang merupakan salah satu warisan
kekayaan intelektual Islam dianggap barang haram. Praktek kehidupan
sosial seperti ini tampak nyata dalam kehidupan masyarakat Afganistan di
bawah kekuasaan Taliban yang berideologi Wahabisme.
Dengan keuntungan minyak yang masih mengucur sampai hari ini, penguasa
Saudi sukses mengekspor ideologi Wahabi ke seluruh pelosok dunia, tidak
hanya ke negara-negara Islam, melainkan juga ke Eropa dan Amerika.
Menurut Hamid Alghar, kelompok ini berhasil meraih pengikut sekitar 10%
dari keseluruhan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Anak-anak muda
yang menyediakan diri menjadi martir dalam kegiatan bom bunuh diri di
Eropa dan Amerika Serikat dalam beberapa tahun ini, sebetulnya datang
dari generasi yang benar-benar terdidik secara Barat. Tapi, ideologi
yang diekspor penguasa telah menggerakkan mereka untuk melakukan aksi
terorisme.
Keluarga Su’ud yang kini menguasai otoritas politik dan agama di Arab
Saudi sesungguhnya bukanlah keluarga yang dikenal saleh, kalau tidak
dapat disebut kurang bermoral. Stephen Sulaiman Schwartz menyebut
keluarga keluarga Su’ud sangat gemar menghambur-hamburkan kekayaan Saudi
untuk keperluan judi dan main perempuan. Dengan kelakuan semacam itu,
jumlah pangeran Saudi saat ini ditaksir mencapai 4000 orang. Artinya,
seorang raja yang memiliki ratusan isteri dan selir bukanlah dongeng
belaka di Arab Saudi.
Schwartz menyebut dukungan terhadap Wahabisme yang dilakukan penguasa
Saudi adalah bentuk pengelabuan atas praktek tak bermoral yang mereka
lakukan. Ideologi yang disebarkan oleh keluarga mantan bandit inilah
yang kemudian dianut, atau setidaknya mempengaruhi kelompok Islam
Indonesia yang belakangan gemar mengkafirkan dan mengeluarkan fatwa
sesat terhadap mereka yang berbeda pendapat. Pengetahuannya terhadap
Islam dan sejarahnya tidak mendalam, bahkan mereka bukan orang-orang
yang cukup religius. “Saya percaya bahwa kekerasan bukanlah pantulan
dari religiositas seseorang atau sekelompok orang. Mungkin, rasa rendah
diri itulah yang justru mendatangkan brutalisme” ungkap Saidiman dalam
sebuah artikel liberalnya.
Sedangkan Abdul Moqsith Ghazali, ia mengemukakan, gerakan untuk
mewahabikan umat Islam Indonesia tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Para
aktifis wahabisme cukup agresif dalam mengkampanyekan pikiran-pikiran
dan ideologi para imamnya. Mereka bukan hanya memekikkan khutbah
wahabisme dari dalam masjid-masjid mewah di kota-kota besar seperti
Jakarta, melainkan juga blusukan ke pedalaman dan dusun-dusun di
Indonesia. Ada tengara bahwa orang-orang yang berhimpun dalam ormas
keagamaan Islam moderat pelan tapi pasti kini mulai terpengaruh dan
terpesona dengan gagasan-gagasan wahabisme yang sebagian besar
berjangkar pada pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab.
Memang, pada awalnya wahabisme berdiri untuk merampingkan Islam yang
sarat beban kesejarahan. Ia ingin membersihkan Islam dari beban
historisnya yang kelam, yaitu dengan cara mengembalikan umat Islam
kepada induk ajarannya, al-Qur’an dan al-Sunnah. Seruan ini mestinya
sangat positif bagi kerja perampingan dan purifikasi itu. Tapi, ternyata
wahabisme tidaklah seindah yang dibayangkan. Di tangan para pengikut
Muhammad bin Abdul Wahab yang fanatik dan militan, implementasi ideologi
wahabisme kemudian terjatuh pada tindakan kontra produktif. Di
mana-mana mereka menyebarkan tuduhan bid’ah kepada umat Islam yang tidak
seideologi dengan mereka. Bahkan, tidak jarang mereka mengkafirkan dan
memusyrikkan umat Islam lain.
Kini mereka mulai merambah kawasan Indonesia, melakukan wahabisasi di
pelbagai daerah. Mereka mencicil ajaran-ajarannya untuk disampaikan
kepada umat Islam Indonesia. Ada beberapa ciri cukup menonjol yang
penting diketahui dari gerakan wahabisasi itu. Pertama, mereka
mempersoalkan dasar negara Indonesia dan UUD ‘45. Mereka tidak setuju,
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini dipandu oleh
sebuah pakem sekular, hasil reka cipta manusia yang relatif bernama
Pancasila. Menurut mereka, Pancasila adalah ijtihad manusia dan bukan
ijtihad Tuhan. Semboyan mereka cukup gamblang bahwa hanya dengan
mengubah dasar negara, dari Pancasila ke Islam, Indonesia akan terbebas
dari murka Allah. Mereka lupa bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai
yang sangat Islami. Tak tampak di dalamnya hal-hal yang bertentangan
dengan Islam.
Kedua, mereka menolak demokrasi karena demokrasi dianggap sebagai sistem
kafir. Mereka menolak dasar-dasar HAM yang sesungguhnya berpondasikan
ajaran Islam yang kukuh. Mereka mengajukan keberatan terhadap konsep
kebebasan beragama, kebebasan berpikir, dan sebagainya. Menurut mereka
tidak ada hak asaski manusia (HAM), yang ada hanyalah hak asasi Allah
(HAA).
Ketiga, mereka berusaha bagi tegaknnya partikular-partikular syariat dan
biasanya agak abai terhadap syariat universal, seperti pemberantakan
KKN dan sebagainya. Ini misalnya tampak dari sikap tidak kritis kelompok
wahabi terhadap ketidakberesan yang telah lama berlangsung di
lingkungan kerajaan Saudi sendiri, sistem pemerintahan yang disokong
demikian kuat oleh kelompok Wahabi. Kelompok Wahabi cukup puas ketika
shalat berjemaah diformalisasikan. Sementara, bersamaan dengan itu,
kejahatan terhadap kemanusiaan terus berlangsung, tanpa interupsi dari
mereka.
Keempat, mereka juga intensif menggelorakan semangat penyangkalan atas
segala sesuatu yang berbau tradisi. Kreasi-kreasi kebudayaan lokal
dipandang bid’ah, takhyul dan khurafat yang mesti diberantas. Dahulu dan
sampai sekarang, orang-orang NU dan NW mendapat serangan bertubi-tubi
dari para pengikut wahabisme itu.
Empat hal itu adalah refrain yang kini rajin diulang-ulang oleh kelompok
Wahabi Indonesia. Pokok-pokok tersebut adalah sebagian dari juklak
wahabisme yang telah lama disusun di Saudi, dan kemudian dipaketkan
secara berangsur dan satu arah ke Indonesia. Kedepan jika semuanya sudah
berhasil diwahabikan, maka sangat boleh jadi Indonesia akan menjadi
repetisi Arab saudi dimana kreasi-kreasi lokal dibid’ahkan. Betapa
keringnya cara ber-Islam yang demikian itu, ber-Islam tanpa inovasi dan
improvisasi.
Akhirnya, tiada kata seindah doa. Semoga laknat Tuhan selalu menyertai
Muhammad bin Abdul Wahhab dan para penyembahnya…!! Amien ya Rabbal
Alamin.
TGKH. Abdul Aziz Sukarnawadi Lc
http://sejarah.kompasiana.com/2010/11/28/mengenal-kembali-si-busuk-muhammad-bin-abdul-wahhab-321369.html